Rabu, 25 Juni 2014

Manusia dan Tanggung Jawab

TANGGUNG JAWAB SUAMI TERHADAP ISTRI DAN ANAK-ANAKNYA

Sejauh mana standar keilmuan dan keagmaan yang seharusnya dimiliki suami? Suami adalah pemimpin dalam rumah tangga dan bertanggung jawab terhadap mereka. Apakah misalnya jika isteri atau anak-anak melakukan perkara yang melanggar syariat, maka suami ikut berdosa dan berhak menerima azab dari Allah karena dia tidak menunaikan amanah?


Alhamdulillah

Pertama:

Untuk mengenal ciri-ciri suami yang saleh.

Kedua:

"Seorang suami adalah pemimpin di tengah keluarganya dan dia akan ditanya tentang orang-orang yang dipimpinnya." Sebagaimana hadits shahih dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Maka dia bertanggung jawab untuk mendidiknya dan mendidik isterinya serta anak-anaknya. Siapa yang lalai dalam hal ini, kemudian sang isteri dan anak-anaknya berbuat maksiat, maka dia berdosa, karena sebabnya adalah karena dia tidak mendidik dan mengajarkan mereka. Jika dia tidak lalai dalam mendidik anak dan kemudian keluarganya melakukan sebagian kemaksiatan, maka dia tidak berdosa. Akan tetapi, dia tetap diwajibkan mengingatkan mereka setelah terjadi kemaksiatan tersebut agar mereka meninggalkan perkara-perkara yang bertentangan dengan syariat.

Syekh Saleh Al-Fauzan hafizhahullah berkata,

"Pendidikan terhadap anak-anak hendaknya dimulai pada usia mumayyiz. Awali dengan pendidikan agama, berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

مروا أولادكم بالصلاة لسبع واضربوهم عليها لعشر وفرقوا بينهم في المضاجع  (رواه أبو داود)

"Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat pada usia tujuh tahun dan pukullah pada usia sepuluh tahun. Pisahkan tempat tidur di antara mereka." (HR. Abu Daud)

Jika sang anak telah mencapai usia tamyiz, maka ketika itu, bapaknya diperintahkan untuk mengajarkannya dan mendidiknya dengan cara mengajarkannya Al-Quran dan beberapa hadits-hadits. Juga hendaknya dia mengajarkan sang anak hukum-hukum syariat yang sesuai dengan usia anak-anak, misalnya mengajarkannya bagaimana berwudu, bagaimana shalat, kemudian mengajarkannya zikir untuk tidur, ketika bangun tidur, ketika makan, minum. Karena, jika anak sudah mencapai usia tamyiz, maka dia sudah dapat memahami perintah dan larangan. Kemudian hendaknya dia juga dilarang dari perkara-perkara yang tidak layak sambil menjelaskan bahwa hal-hal tersebut tidak dibolehkan melakukannya, seperti dusta, namimah, dan lainnya. Sehingga dia terdidik dengan benar dan meninggalkan keburukan sejak kecil. Ini perkara yang sangat penting dan sering dilalaikan sebagian orang tua.

Banyak orang-orang yang tidak memperdulikan urusan anak-anaknya dan tidak memberinya arahan yang benar. Mereka biarkan saja anaknya tidak mengerjakan shalat tanpa mengarahkannya. Mereka biarkan anaknya tumbuh dalam kebodohan dan perbuatan yang tidak baik serta bergaul dengan orang-orang yang buruk, hilir mudik di jalan-jalan dan mengabaikan pelajaran mereka atau perbuatan-perbuatan negatif lainnya yang terjadi di tengah para pemuda muslim akibat kelalaian orang tuanya. Mereka akan ditanya tentang masalah ini, karena Allah menyerahkan tanggung jawab terhadap anak-anaknya di pundak mereka. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat pada saat usia mereka tujuh tahun, dan pukulah mereka pada usia sepuluh tahun." Ini merupakan perintah dan tugas bagi orang tua. Maka siapa yang tidak memerintahkan anak-anaknya melakukan shalat, dia telah bermaksiat kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan melakukan perbuatan yang diharamkan serta meninggalkan kewajiban yang diperintahkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan ditanya tentang orang-orang yang dia pimpin." (HR. Bukhari dan Muslim).

Sebagaian orang tua, ironisnya, sibuk dengan urusan dunianya dan tidak memperdulikan anak-anaknya. Mereka tidak menyisihkan waktunya untuk anak-anaknya. Akan tetapi seluruh waktunya hanya untuk dunia. Ini merupakan bahaya yang besar dan banyak terjadi di negeri-negeri Islam yang dampaknya sangat negatif terhadap pendidikan anak-anak mereka. Maka sesungguhnya mereka tidak mendapatkan kebaikan, baik untuk agama maupun dunianya. Laa haula wa laa quwwata illa billahil'aliyyil aziim.


(Al-Muntaqa fi Fatawa Syekh Al-Fauzan, 5/297, 298, soal no. 421)

Kewajiban dan Tanggung Jawab Suami Terhadap Istri
  
Al Quran & hadis

Dan Allah berfirman lagi:
‘Dan para wanita mempunyai hak yg seimbang dgn kewajiban menurut cara yg baik akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan atas isterinya.” (Al Baqarah : 228)
Allah Taala berfirman, yg bermaksud: “Dan gaulilah mereka (isteri-isterimu) dgn cara sebaik-baiknya.” (An Nisa 19)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yg bermaksud: “Kewajiban seorang suami terhadap isterinya ialah suami harus memberi makan kepadanya jika ia makan & memberi pakaian kepadanya jika ia berpakaian & tdk boleh memukul mukanya & tdk boleh memperolokkan dia & juga tdk boleh meninggalkannya kecuali dalam tempat tidur (ketika isteri membangkang).” (Riwayat Abu Daud)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yg bermaksud : “Orang-orang yg terbaik & kamu sekalian ialah mereka yg lbh baik & kamu dalam mempergauli keluarganya & saya adl orang yg terbaik dari kamu sekalian dalam mempergauli keluargaku.” (Riwayat lbnu Asakir)

Diceritakan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa baginda bersabda yg bermaksud: “Barang siapa yg sabar atas budi pekerti isterinya yg buruk, maka Allah memberinya pahala sama dgn pahala yg diberikan kpd Nabi Ayub a.s karena sabar atas cobaan-Nya.” ( Cobaan ke alas Nabi Ayub ada 4 hal: Habis harta bendanya., Meninggal dunia semua anaknya.,Hancur badannya., Dijauhi oleh manusia kecuali isterinya benama Rahmah ) ” Dan seorang isteri yg sabar atas budi pekerti suaminya yg buruk akan diberi oleh Allah pahala sama dgn pahala Asiah isteri Firaun“.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yg bermaksud: “Siapa saja seorang laki-laki yg menikahi perempuan dgn mas kawin sedikit atau byk sedangkan dalam hatinya ia berniat utk tdk memberikan hak perempuan tersebut (mas kawinnya) kepadanya. maka ia telah menipunya, kemudian jika ia meninggal dunia, sedang ia belum memberi hak perempuan tadi kepadanya maka ia akan menjumpai Allah pd hari Kiamat nanti dalam keadaan berzina.”

Diceritakan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa baginda bersabda pd waktu haji widak (perpisahan) setelah baginda memuji Allah & menyanjung-Nya serta menasehati para hadirin yg maksudnya:
‘Ingatlah (hai kaumku), terimalah pesanku utk berbuat baik kpd para isteri, isteri-isteri itu hanyalah dpt diumpamakan kawanmu yg berada di sampingmu, kamu tdk dpt memiliki apa-apa dari mereka selain berbuat baik, kecuali kalau isteri-isteri itu melakukan perbuatan yg keji yg jelas (membangkang atau tdk taat) maka tinggalkanlah mereka sandirian di tempat tidur & pukullah mereka dgn pukulan yg tdk melukai. Kalau isteri isteri itu taat kepadamu maka janganlah kamu mencari jalan utk menyusahkan mereka.

Ingatlah! Sesungguhnya kamu mempunyai kewajiban terhadap isteri-isterimu & sesungguhnya isteri-isterimu itu mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap dirimu. Kemudian kewajiban isteri isteri terhadap dirimu ialah mereka tdk boleh mengijinkan masuk ke rumahmu orang yg kamu benci. Ingatlah! Kewajiban terhadap mereka ialah bahwa kamu melayani mereka dgn baik dalam soal pakaian & makanan mereka.
(Riwayat Tarmizi & Ibnu Majah)

Al Habib Abdullah Al Haddad berkata: “seorang laki-laki yg sempurna adl dia yg mempermudah dalam kewajiban-kewajiban kepadanya & tdk mempermudah dalam kewajiban-kewajibannya kpd Allah. Dan seorang laki-laki yg kurang ialah dia yg bersifat sebaliknya.” Maksud & penjelasan ini ialah seorang suami yg bersikap sudi memaafkan jika isterinya tdk menghias dirinya & tdk melayaninya dgn sempurna & lain-lain tetapi ia bersikap tegas jika isterinya tdk melakukan sholat atau puasa & lain-lain, itulah suami yg sempurna. Dan seorang suami yg bersikap keras jika isterinya tdk menghias dirinya atau tdk melayaninya dgn sempurna & lain-lain tetapi bersikap acuh tdk acuh (dingin) jika isteri meninggalkan kewajiban-kewajiban kpd Allah seperti sholat, puasa & lain-lain, dia seorang suami yg kurang.

Dianjurkan bagi seorang suami memperhatikan isterinya (dan mengingatkannya dgn nada yg lembut/halus) & menafkahinya sesuai kemampuannya & berlaku tabah (jika disakiti oleh isterinya) & bersikap halus kepadanya & mengarahkannya ke jalan yg baik & mengajamya hukum-hukum agama yg perlu diketahui olehnya seperti bersuci, haid & ibadah-ibadah yg wajib atau yg sunat.

Allah Taala berfirman yg bermaksud: ‘Hai orang-orang yg beriman! Jagalah dirimu & ahli keluargamu dari api Neraka.” (At Tahrim : 6) Ibnu Abbas berkata: “Berilah pengetahuan agama kpd mereka & berilah pelajaran budi pekerti yg bagus kpd mereka.” Dan Ibnu Umar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa baginda bersabda: ‘Tiap-tiap kamu adl pemimpin & bertanggung jawab atas yg dipimpinnya. Seorang imam yg memimpin manusia adl pemimpin & ia bertanggung jawab at,is rakyatnya. Seorang suami adl pemimpin dalam mengurusi ahli keluarganya. Ia bertanggung jawab atas yg dipimpinnya. Seorang isteri adl pemimpin dalam rumah tangganya & bertanggung jawab alas keluarganya. Seorang hamba adl pemimpin dalam mengurus harta tuannya, ia bertanggung jawab atas peliharaannya. Seorang laki-laki itu adl pemimpin dalam mengurusi harta ayahnya, ia bertanggung jawab atas peliharaannya. Jadi setiap kamu sekalian adl pemimpin & setiap kamu harus bertanggung jawab alas yg dipimpinnya.” (Muttallaq ‘alai )
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yg bermaksud: “Takutlah kpd Allah dalam memimpin isteri-istrimu , karena sesungguhnya mereka adl amanah yg berada disampingmu, barangsiapa tdk memerintahkan sholat kpd isterinya & tdk mengajarkan agama kepadanya, maka ia telah berkhianat kpd Allah & Rasul-Nya.“

Allah Taala berfirman yg bermaksud: “Perintahkanlah keluargamu agar melakukan sholat.” (Thaha:132)
Diceritakan & Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa baginda bersabda yg bernaksud: “Tidak ada seseorang yg menjumpai Allah Subhanahu wa ta’ala dgn membawa dosa yg lbh besar daripada seorang suami yg tdk sanggup mendidik keluarganya.”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yg bermaksud

“Sesungguhnya yg termasuk golongan mukmin yg paling sempuma imannya ialah mereka yg baik budi pekertinya & mereka yg lbh halus dalam mempergauli keluarganya (isteri anak-anak & kaum kerabatnya). “

sumber : http://www.mozaikislam.com

Analisis :

"Seorang suami adalah pemimpin di tengah keluarganya dan dia akan ditanya tentang orang-orang yang dipimpinnya."
Seperti yang di kutip dia atas tanggung jawab seorang suami yang sangat besar, jika seorang suami gagal untuk memimpin seorang anak atau istri maka dia akan ditanyakan di akhirat, dan akan bertanggung jawab atas pimpinanannya tersebut, jadi bagi para calon-calon suami kita harus bisa jadi pemimpin keluarga yang bisa bertanggung jawab dan mendidik anak dan istri kita untuk membimbing dijalan yang rulus, dijalan yang baik.

Kamis, 19 Juni 2014

Manusia dan Pandangan Hidup

Memahami orang Jawa

Falsafah Jawa

Orang Jawa tidak dapat memisahkan mitos dalam kehidupan mereka ,oleh sebab itu, kita telaah dan akan  coba menguraikan tentang orang jawa dan latar belakang yang ikut mewarnai pemikiran mereka dalam menafsirkan kehidupan ini.

Orang Jawa
Yang dimaksud orang Jawa oleh Magnis-Susebno adalah orang yang bahasa ibunya bahasa Jawa dan merupakan penduduk asli bagian tengah da timur pulau Jawa.  

Berdasarkan golongan sosial, orang Jawa dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
1.  Wong cilik (orang kecil) terdiri dari petani dan mereka yang berpendapatan rendah.
2.  Kaum Priyayi terdiri dari pegawai dan orang-orang intelektual
3.  Kaum Ningrat gaya hidupnya tidak jauh dari kaum priyayi
Selain dibedakan golongan sosial, orang Jawa juga dibedakan atas dasar keagamaan dalam dua kelompok yaitu:
1. Jawa Kejawen yang sering disebut abangan yang dalam kesadaran dan cara hidupnya             ditentukan oleh tradisi Jawa pra-Islam. Kaum priyayi tradisional hampir seluruhnya dianggap     Jawa Kejawen, walaupun mereka secara resmi mengaku Islam
2. Santri yang memahami dirinya sebagai Islam atau orientasinya yang kuat terhadap agama       Islam dan berusaha untuk hidup menurut ajaran Islam

Orang Jawa percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan pusat segala kehidupan karena sebelumnya semuanya terjadi di dunia ini Tuhanlah yang pertama kali ada. Pusat yang dimakusd disini dalam pengertian ini adalah yang dapat memebrikan penghidupan, kesimbangan, dan kestabilan, yang dapat juga memberi kehidupan dan penghubung dengan dunia atas. Pandangan orang Jawa yang demikian biasa disebut Kawula lan Gusti, yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban moral manusia adalah mencapai harmoni dengan kekuatan terakhir dan pada kesatuan terakhir itulah manusia menyerahkan diri selaku kawula terhadap gustinya.  

Sebagian besar orang Jawa termasuk dalam golongan bukan muslim santri yaitu yang telah mencampurkan beberapa konsep dan cara berpikir Islam dengan pandangan asli mengenai alam kodrati dan alam adikodrati.
Niels Mulder mengatakan bahwa pandangan hidup merupakan suatu abstraksi dari pengalaman hidup. Pandangan hidup adalah sebuah pengaturan mental dari pengalaman hidup yang kemudian dapat mengembangkan suatu sikap terhadap hidup.

Kegiatan religius orang Jawa Kejawen
Menurut kamus bahasa Inggris istilah kejawen adalah Javanism, Javaneseness; yang merupakan suatu cap deskriptif bagi unsur-unsur kebudayaan Jawa yang dianggap sebagai hakikat Jawa dan yang mendefinisikannya sebagai suatu kategori khas. Javanisme yaitu agama besarta pandangan hidup orang. Javanisme yaitu agama besarta pandangan hidup orang Jawa yang menekankan ketentraman batin, keselarasan dan keseimbangan, sikap nrima terhadap segala peristiwa yang terjadi sambil menempatkan individu di bawah masyarakat dan masyarakat dibawah semesta alam.

mistik dan sebagainya yang anthropologi Jawa tersendiri, yaitu suatu sistem gagasan mengenai sifat dasar manusia dan masyarakat yang pada gilirannya menerangkan etika, tradisi, dan gaya Jawa. Singkatnya Javanisme memberikan suatu alam pemikiran secara umum sebagai suatu badan pengetahuan yang menyeluruh, yang dipergunakan untuk menafsirkan kehidupan sebagimana adanya dan rupanya. Jadi kejawen bukanlah suatu kategori keagamaan, tetapi menunjukkan kepada suatu etika dan gaya hidup yang diilhami oleh cara berpikir Javanisme.

Sumber : http://www.karatonsurakarta.com/orangjawa.html

Pandangan hidup :
diera moderen ini setiap manusia mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup itu bersifat kodrati, Seperti Orang Jawa tidak dapat memisahkan mitos dalam kehidupan mereka dari keturunan kejawen mereka.

Kamis, 12 Juni 2014

KPK Dalami Kasus Suap Rudi Rubiandini



Prof. Dr.-Ing. Ir. Rudi Rubiandini R.S. (lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 9 Februari 1962; umur 52 tahun) adalah akademisi dan pengamat perminyakan Indonesia. Ia mendapatkan gelar S1 Teknik Perminyakan di Institut Teknologi Bandung pada tahun 1985 dan lulus tingkat doktoral dengan gelar Dr.-Ing. dari Technische Universität Clausthal, Jerman, 1991. Dia pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral pada Kabinet Indonesia Bersatu II. Saat ini, dia menjabat sebagai Kepala SKK Migas.

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Rudi Rubiandini di kediamannya, Jalan Brawijaya VIII, Jakarta Selatan, Selasa (13/8/2013). Rudi ditangkap karena diduga menerima suap dari pihak swasta.

Adanya dugaan korupsi berawal dari adanya laporan masyarakat kepada KPK sebelum bulan Ramadhan. Berdasarkan laporan itu, penyidik kemudian melakukan pengintaian terhadap pihak terkait. Dari proses tersebut, akhirnya penyidik KPK menangkap Rudi di rumahnya sekitar pukul 22.00.

Di rumah Rudi di Jakarta Selatan, KPK juga mengamankan pihak swasta berinisial A. Belum ada keterangan lebih lanjut tujuan A berada di rumah Rudi pada malam itu. Selain itu, KPK juga mengamankan dua petugas keamanan dan sopir Rudi.

Dari rumah mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu, KPK menyita sejumlah barang bukti berupa 400.000 dollar AS yang disimpan dalam tas hitam dan motor berkapasitas mesin besar merek BMW. Dalam pengembangannya, KPK juga menyita uang dollar AS yang saat ini masih dihitung jumlahnya.

"Pada tangkap tangan, ada uang dollar sekitar 400.000 dollar AS, tapi ini masih dikembangkan. Kemudian ditemukan juga uang dalam bentuk dollar juga, ini masih dihitung jumlahnya," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/8/2013).

Setelah menangkap Rudi dan A, penyidik kemudian bergerak ke wilayah Jakarta Barat pada pukul 24.00. Penyidik KPK menangkap pihak swasta berinisial S di Tower H, Apartemen Mediterania. Kedua pihak swasta, A dan S, diduga terkait sebuah perusahaan yang bergerak di bidang migas. Namun, belum ada penejelasan lebih lanjut dari Johan lantaran mereka masih menjalani pemeriksan.

"Ada kaitan perusahaan atau tidak, nanti akan disampaikan setelah proses (pemeriksaan). dilakukan," terang Johan.

Setelah penangkapan itu, mereka digelandang ke Gedung KPK RI, Kuningan, Jakarta Selatan, sekitar Rabu dini hari. Rudi mengenakan kemeja putih dan celana hitam.

Saat ini, Rudi dan dua pihak swasta itu tengah menjalani pemeriksaan di KPK dan masih berstatus terperiksa. KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk menentukan status ketiganya sebagai tersangka atau tidak.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengungkapkan, uang 400.000 dollar AS yang disita dalam proses tangkap tangan itu diduga merupakan pemberian yang kedua. Total commitment fee yang dijanjikan kepada Rudi diduga sekitar 700.000 dollar AS. Sebelum ini, menurut Bambang, Rudi diduga sudah menerima 300.000 dollar AS.

"Itu (400.000 dollar AS) itu yang kedua," kata Bambang.

Rudi sendiri tercatat memiliki harta kekayaan sebesar Rp 8 miliar dan 21.060 dollar AS pada tahun 2013. Jumlah ini terlihat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Rudi yang diakses melalui laman acch.kpk.go.id.

Adapun Rudi dikenal sebagai orang yang ahli di bidang perminyakan. Penangkapan Rudi pun terbilang cukup mengagetkan banyak pihak. Dia juga merupakan dosen teladan di Institut Teknologi Bandung (ITB). Pria kelahiran Tasikmalaya, 9 Februari 1962, ini menyelesaikan jenjang sarjananya di Institut Teknologi Bandung jurusan Perminyakan pada 1985. Ia melanjutkan studi pascasarjananya di Technische Universitaet Clausthal, Jerman, dan meraih gelar doktor pada 1991.

Ia meraih penghargaan sebagai dosen ITB teladan pada 1994 dan 1998. Gelar guru besar diraihnya pada 2010. Setelah itu, ia masuk lingkaran birokrasi saat diangkat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Deputi Operasi Migas pada tahun 2011.

Kariernya menanjak. Presiden mengangkatnya sebagai Wakil Menteri ESDM pada 2012. Tujuh bulan berikutnya, saat MK memutuskan untuk membubarkan BP Migas, Rudi dipercaya untuk menjadi Kepala SKK Migas.

Sumber : Kompas.com

Analisi :

Sebagai ketua SKK Migas Rudi Rubiandini tetap mematuhi hukum dengan memenuhi panggilan KPK sebagai tersangka, beliau mundur dari jabatannya sebagai Ketua SKK Migas dan kemudian menjalankan hukuman selama 7 Tahun di penjara. Kasus ini membuktikan bahwa keadilan hukum tetap berjalan tak kenal jabtan dan saya yakin dengan adanya tindakan tegas dari hukum yang berlaku akan membuat pelaku jera.

Rabu, 30 April 2014

Manusia dan Penderitaan

Penderitaan Warga Akibat Banjir: Hilang Harta Benda Hingga Invasi Kecoak


Jakarta - Warga Jakarta masih belum bisa lepas dari masalah banjir. Sulitnya hidup di ibu kota pun bertambah berat saat banjir menyergap.

Mulai dari tersendatnya aktivitas, harta benda yang rusak dan hilang, hingga invasi kecoa merupakan sederet penderitaan warga yang menjadi korban banjir. Belum lagi sejumlah penyakit yang berpotensi diderita saat banjir melanda.

Permasalahan banjir ini sudah puluhan tahun melanda ibu kota dan wilayah sekitarnya. Pemimpin datang dan pergi silih berganti, namun masalah banjir belum juga diatasi. Berikut dahsyatnya banjir yang membuat menderita warga ibu kota:

Sumber : Www.Detik.com

Analisis:

Banyaknya Penduduk di Jakarta yang mengakibatkan meledaknya jumlah penduduk ditambah rasa kurang tanggung jawabnya penduduk terhadap lingkungan sekitar, sehingga masyarakat penduduk setempat dengan seenak-enaknya membuang sampah sembarangan, penebangan pohon secara liar, pembangunan-pembangunan gedung pencakar langit sudah mulai berdiri dimana sampai mereka tidak mempedulikan penyerapan air/pembuangan air.

dari berita di atas kita bisa mengutip pentingnya rasa tanggung jawab terhadap lingkungan yang terdekat maupun yang jauh, dimana itu kurang pantas untuk dilihat atau dirasakan, kita harus peduli terhadap lingkungan.
kalau bukan dimulai dari kita, lalu siapa lagi !!.

Kamis, 24 April 2014

Indahnya Pantai Bunaken

Siapa tak kenal Bunaken, yang sangat populer dengan wisata bawah laut (diving) nya. Bunaken adalah sebuah pulau seluas 8,08 km² di Teluk Manado, yang terletak di utara pulau Sulawesi, Indonesia. Pulau ini merupakan bagian dari kota Manado, ibu kota provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Pulau Bunaken dapat di tempuh dengan kapal cepat (speed boat) atau kapal sewaan dengan perjalanan sekitar 30 menit dari pelabuhan kota Manado. Di sekitar pulau Bunaken terdapat taman laut Bunaken yang merupakan bagian dari Taman Nasional Bunaken.

Taman laut ini memiliki biodiversitas kelautan salah satu yang tertinggi di dunia. Selam scuba menarik banyak pengunjung ke pulau ini. Secara keseluruhan taman laut Bunaken meliputi area seluas 75.265 hektare dengan lima pulau yang berada di dalamnya, yakni Pulau Manado Tua, Pulau Bunaken, Pulau Siladen, Pulau Mantehage berikut beberapa anak pulaunya, dan Pulau Naen. Meskipun meliputi area 75.265 hektare, lokasi penyelaman (diving) hanya terbatas di masing-masing pantai yang mengelilingi kelima pulau itu.

Lokasi
Bunaken terletak di perairan laut Pulau Sulawesi. Sebagian Taman Laut Nasional Bunaken berada di utara Teluk Manado dan merupakan bagian administrasi Kota Manado, Sulawesi Utara.

Add caption
Akses
Untuk mencapai Taman Laut Nasional Bunaken, wisatawan dapat menggunakan transportasi yang sudah tersedia yaitu perahu motor dari pantai Teluk Manado.



Harga Tiket Masuk
Harga tiket masuk ke Taman Laut Nasional Bunaken yaitu Rp. 50.000,-/orang untuk sekali masuk. Dan Rp. 150.000,-/orang yang berlaku 1 tahun. Jika Anda membeli tiket yang berlaku untuk 1 tahun, Anda akan diberi seperti lencana yang terbuat dari plastik sebagai pengganti tiket.



Taman laut Bunaken memiliki 20 titik penyelaman (dive spot) dengan kedalaman bervariasi hingga 1.344 meter. Dari 20 titik selam itu, 12 titik selam di antaranya berada di sekitar Pulau Bunaken. Dua belas titik penyelaman inilah yang paling kerap dikunjungi penyelam dan pecinta keindahan pemandangan bawah laut. Sebagian besar dari 12 titik penyelaman di Pulau Bunaken berjajar dari bagian tenggara hingga bagian barat laut pulau tersebut. Di wilayah inilah terdapat underwater great walls, yang disebut juga hanging walls, atau dinding-dinding karang raksasa yang berdiri vertikal dan melengkung ke atas. Dinding karang ini juga menjadi sumber makanan bagi ikan-ikan di perairan sekitar Pulau Bunaken.



Sumber : http://www.gocelebes.com



Selasa, 15 April 2014

DOA UNTUK IBU

Aku tak tau apa yang harus kuLakukan tanpa dia
Dia yang seLaLu mengerti aku
Dia yang tak pernah Letih menasehatiku
Dia yang seLaLu menemani

DiaLah Ibu
Orang yang seLaLu menjagaku
Tanpa dia aku merasa hampa hidup di dunia ini
Tanpa.nya aku bukanlah apa-apa

Aku hanya seorang manusia Lemah
Yang membutuhkan kekuatan
Kekuatan cinta kasih dari ibu
Kekuatan yang Lebih dari apapun

Engkau sangat berharga bagiku
WaLaupun engkau seLaLu memarahiku
Aku tau
Itu bentuk perhatian dari mu
Itu menandakan kau peduLi denganku

Ya Allah,,
BerikanLah kesehatan pada ibuku
PanjangkanLah umur.nya
Aku ingin membahagiakan.nya
SebeLum aku atau dia tiada

Terimakasih Ibu
Atas apa yang teLah kau berikan padaku
Aku akan seLaLu menyanyangimu


Sumber :http://www.lokerpuisi.web.id/


Analisis


Dari bait-bait puisi di atas dapat di analisis bahwa cinta dan kasih sayang seorang  ibu  sepanjang masa dan Tak akan pernah pudar, Apapun akan beliau  lakukan agar anaknya dapat meraih keberhasilan dan kesuksesan walaupun nyawa harus menjadi taruhannya. Doa seorang ibu akan dapat memberikan anugrah kebahagiaan bagi anaknya, Karena restu/ridho allah itu tergantung dari restunya orang tua.

Selasa, 18 Maret 2014

Batik Buat Bunda

“Persembahan Untuk Bunda tercinta
yang selalu memberikan kasih sayangnya tanpa kenal waktu,
yang selalu memberikan perhatiannya tanpa kenal keadaan,
dan selalu bekerja dengan kerasnya tanpa kenal lelah,
Andi sayang bunda”
(Malam penyerahan hadiah Pekan Olah Raga Dan Seni (PORSENI) MI-MTs se-kota Panjang Timur) tampak di atas panggung seorang anak kecil yang masih duduk di kelas 4 MI/SD, dengan kaki mungilnya ia berjalan perlahan mendekati mikrofon, sesekali ia melihat ke sekitar panggung yang dipenuhi para peserta lomba dan para guru pendampingnya, ia melihat banyak mata kamera yang berkilauan memotret kesana kemari menyilaukan matanya sementara itu semua pandangan orang-orang juga tertuju dan terpusat padanya, hingga membuat ia terlihat sedikit grogi, namun perlahan dan pasti langkahnya terus saja tertuju pada mikrofon itu yang berdiri tegak di poros panggung. Dan ia pun sampai tepat di hadapannya, dipegangnya dengan sedikit ragu-ragu gagang mikrofon itu yang sedikit lebih tinggi dari badannya yang hanya tidak lebih dari 1,2 meter itu, diraihnya gagang mikrofon itu dan, dengan mimik muka polosnya ia mulai berkata-kata:
“terimakasih, ya Allah, terimakasih bapak dan ibu guru, pak Rohim, Bu Riska dan seluruh bapak dan ibu guru andi, terimakasih juga buat ibu dan bapak andi, dan buat semua teman-teman andi, hadiah ini andi berikan buat kalian semua, karena kalian semualah andi bisa seperti ini, khususnya kepada bapak ibu guru yang telah mengajar andi, juga buat ibu bapak andi yang selalu bekerja keras buat sekolah andi dan adik-adik andi, andi hanya bisa memberikan ini buat ibu bapak, dan andi janji akan memberikan yang terbaik lagi buat ibu dan bapak” sejenak anak itu terdiam entah bingung atau apa, lalu ia pun kembali berkata “terima kasih.”
Penonton yang sempat terdiam sejenak, dengan keras memberikan selamat dan tepuk tangan meriah untuk Muhammad Khoirul Affandi atau Andi sang Juara I Olimpiade Mapel PPKN dan MIPA cabang perlombaan baru dalam Pekan Olah Raga dan Seni (PORSENI) MI-MTs se-Kota Panjang Timur tahun 2000.
Sepulangnya dari alun-alun Kota – tempat dimana acara serah terima hadiah digelar – Andi, begitu ia akrab disapa langsung mampir ke sebuah ruko Batik yang ada di sekeliling alun-alun, ia bermaksud membelikan baju batik buat ibu serta sebuah sarung untuk bapaknya di rumah. ya, selain trophy andi juga mendapatkan sedikit uang penggembira alias pesangon. Sebenarnya sudah sejak lebaran itu ia ingin memberikan sesuatu untuk ibu bapaknya namun baru kali ini ia dapat mewujudkannya, ya meskipun tidak seberapa dibanding dengan perjuangan dan kerja keras mereka, paling tidak andi dapat memberikan sedikit kenang-kenangan untuk mereka.
Sepulangnya di rumah andi langsung memberikan batik dan sarung itu kepada ibu-bapaknya. Suasana haru dan bahagia menyambut kepulangan andi, Mereka sangat bangga dengan andi, anak yang biasa-biasa saja, dari keluarga dan lingkungan yang biasa-biasa saja, dengan perjuangan dan semangat belajar yang keras akhirnya dapat mempersembahkan sesuatu yang luar biasa, dan membuat kedua orangtua serta orang-orang di sekitarnya bangga padanya. Semangat Andi…!
Beberapa waktu sebelum hari yang membahagiakan itu, Pagi yang cerah, kicau burung yang riang ditambah suasana langit yang indah memberikan ketertarikan tersendiri pagi itu.
Seperti biasa di sebuah rumah kecil dengan enam orang penghuninya sedang asyik mempersiapkan segala sesuatunya.
“andi, tolong ambilkan kunci sepeda ibu nak, ibu lupa tadi tak taruh di atas lemari” suara seorang ibu memanggil anaknya, andi.
“iya bu” si andi menjawab
“ini bu” dengan kaki mungilnya andi berjalan mendekat sambil memberikan kunci kepada ibunya.
“o iya bu sekalian andi pamit berangkat sekolah” tambahnya
“iya hati-hati nak, sama siapa?” ibu balik bertanya.
“biasa, paling sama huda, Assalamualaikum”
“iya, waalaikum salam” jawab ibu.
Andi adalah anak berusia 10 tahun, rajin, ulet tetapi kadang sedikit nakal seperti halnya anak-anak, ia tinggal bersama Bapak dan ibunya beserta dua orang adiknya yang masih kecil-kecil, keluarganya biasa-biasa saja, kedua orangtuanya hanya bekerja sebagai buruh, Bapaknya seorang pegawai di sebuah pabrik Kerupuk dan ibunya seorang buruh jahit, meskipun begitu andi tak pernah merasa kekurangan, ia memang anak yang penurut dan faham akan keadaan orangtuanya.
Hidup dari keluarga yang sangat sederhana itu andi tumbuh menjadi seorang anak yang giat, gigih dan sabar. Di sekolahpun ia dikenal sebagai pribadi yang baik di mata guru dan teman-temannya, meskipun bukan termasuk anak yang pintar dan berangking di kelasnya tetapi ia termasuk anak yang ulet dan telaten, ia juga termasuk anak yang aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya, sebuah sekolah swasta yang ada di seberang desanya.
Setiap hari andi berangkat dan pulang sekolah dengan jalan kaki, hanya kadang-kadang saja ia naik sepeda itu pun mebonceng temanya yang kebetulan lewat. Meskipun begitu ia tidak pernah minta Bapak ataupun ibunya untuk mengantarnya tiap hari ke sekolah hanya kadang-kadang ketika hujan mengguyur orangtuanya mengantarkan anak mbarepnya itu ke sekolah itu pun kalau andi tidak menolak.
Pulang sekolah.
“assalamualaikum, bu aku pulang” si andi masuk dan menghampiri ibunya yang sedang duduk di samping mesin jahit tuanya dan dikecupnya tangan ibunya itu.
“waalaikum salam, iya nak. Lekas sholat dan makan siang, ibu sudah menyiapkan sayur asam dan tempe goreng kesukaanmu.” Suruh ibu pada andi.
“iya bu” jawab andi dengan senyuman khasnya.
“bapak sudah kembali bu” tanya andi sambil mengganti seragam sekolahnya.
“sudah, baru saja bapak kembali” jawab ibu.
“kok cepet bu, baru juga jam satu kurang” tanya andi lagi
“iya, katanya terburu-buru lagi banyak pesenan” jawab ibu
“wah ternyata orang-orang di desa kita sangat doyan yang namanya krupuk ya bu, padahal kalau dilihat gizinya tidak sebegitunya, hehe… dasar orang kampung ya bu” sahut andi sambil nyengir
“alah kamu itu kayak dokter saja sok ngomong gizi segala, padahal kamu sendiri juga doyan, kemarin krupuk setoples kamu habisakan sendiri” jawab ibu
“hehe, ibu, bisa aja kemaren kan bareng adik-adik bu, yaa siapa tahu besok jadi dokter beneran kan bisa bantu banyak orang bu, he,” jawab andi nyengir.
“kamu bisa aja, ra usah neko-neko uang darimana sekolah dokter wong sudah bisa sekolah sampai sekarang saja sudah bersyukur” tambah ibu yang sedang serius dengan mesin jahitnya.
“loh siapa tahu bu, rejeki kan tidak bisa diduga-duga lagian ibu juga pernah bilang katanya aku disuruh sekolah setinggi-tingginya agar menjadi orang yang berguna, ingat kan bu” ujar andi ngeyel
“iya, amin, kamu ini memang pintar kalau disuruh ngeles, ya ibu doakan semoga cita-citamu itu dapat tercapai, sudah sana sholat dari tadi ngobrol melulu” ibu menghentikan mesin jahitnya sambil memandang ke arah andi.
“anak siapa dulu dong bu, he, lagian kata pepatah buah tidak jatuh jauh dari pohonnya, aku pun begitu bu. he…” ujarnya (maksudnya ia nyindir kalau ibunya dulu juga ngeyelan seperti dia).
“eee, malah ngeyel, sudah cepat sholat, ntar keburu ashar” kata ibu sambil geleng-geleng kepala.
“hehe, iya-iya bu ni andi mau wudlu dulu, masak sholat gak wudlu ya gak sah dong” tambah andi lagi.
“dasar anak-anak!” ibu hanya tersenyum melihat sikap andi yang terkadang sedikit menjengkelkan itu.
Andi pun bergegas mengambil air wudlu dan sholat dhuhur, setelah itu ia makan siang dan membantu ibunya.
Ya, seperti biasanya setelah pulang sekolah andi tidak langsung bermain, ia memang sering membantu ibunya sehabis pulang sekolah, biasanya ia membantu mengambil atau mengembalikan bahan jahitan dan juga membelikan peralatan-peralatan menjahit seperti benang, jarum, pita dan lain lain di toko dekat jalan raya.
Sekali lagi Andi tidak pernah mengeluh, malu ataupun gengsi, ia selalu menjalaninya dengan senang hati. Ia sangat menghargai dan menghormati kedua orangtuanya, mereka ingin suatu saat nanti andi dan adik-adiknya menjadi orang yang berpendidikan tinggi tidak seperti mereka yang hanya lulus SR (sekolah Rakyat). Mereka selalu bilang pada andi dan adik-adiknya yang lain “nak dadio wong seng pinter, sekolah seng duwur sesuk ben dadi wong!” (nak jadilah orang yang pintar, sekolah yang tinggi agar besok jadi orang yang berguna).
Sampai suatu ketika tepatnya pada pertengahan ramadhan, suatu malam setelah pulang tarawih seperti biasanya andi mengambil alquran untuk bertadarus di musholla samping rumahnya, ketika berjalan keluar melewati kamar berpintukan kain yang sudah usam, tanpa sengaja ia mendengar bisik-bisik kedua orangtuanya yang sedang berbincang bincang.
“pak, bulan ramadhan sudah tanggal setengah, tapi kita belum bisa membelikan baju baru buat anak-anak” ujar ibu lirih
“iya bu, bapak juga bingung dari beberapa minggu ini penghasilan krupuk di tempat bapak juga tidak begitu banyak, gimana ya bu?” jawab bapak lirih
“apa kita jual saja beras sekarung yang dari kang udin kemarin pak?” tanya ibu
“jangan bu, jangan, nanti kita mau makan apa, lagipula kita kan harus fitrah juga bu, mending buat fitrah dari pada kita jual yang hasilnya juga tidak seberapa” jawab bapak sambil menatap si ibu
“terus bagaimana pak, sudah 2 kali lebaran kita tidak membelikan mereka baju baru, kita hanya ngasih mereka baju persenan pemberian bos ibu, kasihan mereka, anak-anak lain bisa merasakan kebahagiaan dengan baju barunya sementara andi dan adik-adiknya, saya tidak tega pak” jelas ibu lirih dengan mata berkaca-kaca,
“iya bu, bapak juga sebenarnya tidak tega, ya sudah ibu jangan kuatir nanti bapak coba minta pinjaman ke bos bapak, moga-moga dapet, sudah ndak usah terlalu dipikirkan…!” ujar bapak dengan sedikit senyuman, memberikan harapan pada si ibu.
“ya pak,” jawab ibu yang mengahiri pembicaraannya sambil menuju ke luar pintu.
Andi pun bergegas pergi dari hadapan pintu, dengan mata yang berkaca-kaca ia langsung pergi ke musholla, niat untuk berpamitan pada bapak ibu pun terurungkan.
Di musholla andi tidak langsung mengambil posisi bersama teman-temanya berjajar di sebelah mikrofon, ia termenung sejenak di pojokan pintu masuk musholla, ia masih memikirkan apa yang ia dengar tadi, dalam renungan itu ia sempat terbesit dalam hati,
“Bapak, ibu maafkan andi yang belum bisa memberikan kebanggaan pada kalian, andi janji akan belajar sungguh-sungguh agar suatu saat bisa mebuat kalian bangga rintihnya dalam hati, sembari ia masuk ke musholla dan berjajar dengan teman-temanya yang telah lama menunggu, biasanya mereka melakukan tadarus hingga tengah malam tepatnya jam 12 malam, setelah itu mereka pulang ke rumah mereka masing-masing tetapi ada juga yang janjian tidur di musholla karena nanti akan keliling untuk membangunkan orang-orang sahur, namun kerena besok akan sekolah andi pun langsung pulang ke rumah, dan lagi-lagi ia masih teringat kejadian setelah tarawih tadi, dan lagi andi menyemangati dirinya sendiri,
“andi semangat, semangat, semangat!” ujarnya dalam hati.
Jam menunjukkan pukul 03.00 dini hari, sauuur, sauur! Dung dung dung, Saurrr saurrr! Dung dung dung, itulah suara temen-temen andi yang sedang keliling membangunkan orang-orang untuk makan sahur, dengan membawa seperangkat alat musik jedur dan alat-alat lain, sembarang yang penting dapat mengeluarkan suara cukup keras sehingga bisa membangunkan orang sahur.
“andi, andi, bangun nak! Sudah jam tiga ayo sahur,” sahut ibu sembari menarik kaki andi.
Andi pun terbangun, dengan mata yang berat ia segera ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu untuk sholat tahajud dan kemudian makan sahur. Ketika sedang berdoa adiknya memanggil,
“kak, ayo cepet sahur, ntar keburu imsak lo,” panggil uyun, adik perempuan andi yang paling besar
“iya ndi, cepat, bentar lagi imsak” sambung ibu.
“iya, iya yun, bu ni udah selesai kok, eh uyun tumben ikut sahur, emang puasa pow? hehe” jawab andi sembari ngeledek adiknya.
“ih kakak nyebelin, uyun kan puasa dari awal puasa, kalau ga percaya tanya aja ibu, iya kan bu?” ujar uyun sebel.
“iya uyun puasa kok kak!” balas ibu
“tuh kan, denger apa kata ibu!” sambung uyun sambil melihat ke arah kakanya yang berjalan mendekati meja makan.
“alah, puasa apanya wong Cuma sampai dhuhur, itu namanya bukan puasa, yang namanya puasa itu nggak makan dan minum dari pagi sampai maghrib” ejek andi lagi.
“yeee, uyun kan lagi latihan kak, masak gak boleh! Boleh kan bu iya kan pak?” ujar uyun semakin sebel pada kakaknya.
Bapak dan ibu pun hanya tersenyum melihat mereka ngeyel-ngeyelan.
“alah alesan” ujar andi semakin mengejek adiknya.
“sudah, sudah, jangan bertengkar terus, kalian ini, sudah cepet dihabiskan makananya, setelah itu sisp-siap ke musholla nyusul Bapak kalian” potong ibu, sambil membersihkan piring dan gelas bekas si Bapak. Sementara itu si bapak, setelah selesai makan sahur, beliau langsung menuju ke musholla di dekat rumahnya.
“iya bu” jawab andi sambil mengejek adiknya dengan nada lirih (uyun gak puasa, uyun gak puasa wek)
“ih sebel, awas ya kak” jawab uyun lirih
Keduanya pun langsung merampungkan makan sahurnya – adik kakak itu memang tidak pernah rukun tapi buka berarti selalu bertengkar, mereka selalu ejek-ejekkan tetapi adiknya yang baru duduk di kelas nol besar taman kanak-kanak itu selalu saja kalah dengan kakaknya, bahkan sering nangis dibuatnya, meskipun demikian andi selalu perhatian pada uyun dan adik-adiknya yang lain bahkan sering mengajak mereka bermain – setelah itu keduanya beranjak dari meja makan dan pergi ke kamar mandi dan kemudian mereka pergi ke musholla meyusul Bapaknya yang telah lama berada disana lebih dulu.
Tanggal 25 Ramadhan
Tidak terasa ramadhan telah hampir selesai, 25 hari sudah terlewati, andi dan uyun sudah tidak lagi berangkat sekolah tiap pagi karena sekolah-sekolah memang sudah mulai libur, meskipun demikian andi tidak malas-malasan ia tetap beraktifitas seperti biasanya, dan kali ini ia lebih banyak membantu pekerjaan ibunya di rumah, seringkali ibunya merasa iba dan menyuruhnya istirahat, tapi memang dasar andi, ia masih tetap ngeyel meskipun sudah disuruh istirahat, ibunya pun hanya geleng-geleng kepala. Sesekali andi bertanya pada ibunya tentang ini itu.
“ibu, kok nggak libur padahal banyak tetangga yang sudah santai-santai?” tanya andi sambil melipat kurung bantal kerjaan ibunya.
Namun Si ibu hanya tersenyum dan terdiam sejenak lalu meneruskan jahitannya. Ya Meskipun sudah hampir lebaran si ibu masih tetap saja giat bekerja, padahal para tetangga sudah banyak yang ngelibur, begitu juga Bapaknya. Mereka berdua memang giat bekerja tanpa kenal lelah.
Tanggal 28 Ramadhan.
seperti biasanya andi membantu ibunya dari pagi sampai sore, sekitar jam 3 sore, ibunya telah selesai, dan ia pun membantu ibunya merapikan kurung bantal dan seprei yang sudah selesai dijahit ibunya, setelah selesai ia pun segera mandi dan mengambil air wudhu untuk sholat jamaah di musholla dan kemudian langsung mengikuti pengajian sore yang biasa ia ikuti sejak awal ramadhan itu, pengajian berjalan seperti biasanya, andi asik menyimak pengajian pada sore itu, yang kebetulan sore itu di ampu oleh ustad hadi, ustadz muda lulusan lirboyo jawa timur, ustadz muda yang banyak digandrungi masyarakat di daerah itu, terutama ibu-ibu. Sifatnya yang humoris dan religius sering membuat para jamaah terkesima dengan banyolan-banyolan khas ala pesantren yang ia terapkan saat memberikan penjelasan penjelasan dari kitab kuning yang ia baca.
Kebetulan sore itu membahas tentang birrul walidain, beliau menjelaskan dengan gamblang bahwa setiap manusia diwajibkan berbuat baik kepada orangtua mereka, baik itu orangtua yang telah merawat mereka sejak kecil yakni orangtua kandung, orang tua yang mengajari mereka ilmu pengetahuan yakni para guru/ustad/kyai maupun orangtua istri/suami mereka kelak. kita semua wajib berbuat baik kepada ketiganya tanpa terkecuali, mendengar pengajian itu andi pun teringat pada sosok Bapak dan ibunya yang sangat gigih bekerja untuk biaya hidup dan juga pendidikan andi dan adik-adiknya tanpa kenal lelah. Ia berjanji pada dirinya sendiri suatu saat nanti akan memberikan kebanggaan pada mereka, harus, katanya dalam hati.
pengajian sore itu pun berjalan dengan sempurna, semua hadlirin dan hadlirat sangat khusyu mendengarkan ustadz muda itu hingga tanpa terasa waktu buka telah tiba, pengajian berakhir di sambung dengan buka ringan dengan menu ala kadarnya; teh hangat, beberapa biji kurma dan golong, kemudian mereka melakukan sholat jamaah maghrib. Dan Setelah itu mereka pulang ke rumah masing-masing.
“asssalamualaikum, pak, bu andi pulang” suara andi sambil masuk ke rumahnya, dan ia hanya menemukan Bapak dan adik-adiknya.
“waalaikum salam, sudah buka nak?” jawab Bapak
“sudah pak, tadi lauknya spesial, ayam goreng pedas, hehe” sahut andi dengan sumringah
“di rumah juga gak kalah, itu ibumu sudah masak spesial gule ikan” sambung Bapak
“wah, yang bener pak..?! kalau belum penuh ni perut pasti nambah aku, hehe” jawab andi tersenyum
“oya pak, ibu kemana kok ndak kelihatan?” sambung andi bertanya pada sang Bapak
“!?”
Bapak sejenak terdiam, bingung mau jawab apa, ia tak ingin andi mengetahui kalau ibunya pergi ikut berdagang baju lebaran bersama tetangganya di alun-alun kota, kebetulan malam itu adalah H-2 menjelang lebaran dan pasti banyak orang yang membutuhkan pakaian baru untuk berlebaran nanti. sang ibu pun terpaksa ikut tetangganya berdagang baju untuk mencari tambahan membelikan andi dan adik adiknya baju baru untuk lebaran nanti, tadinya sang Bapak melarang ibu untuk pergi sendirian ia tidak tega membiarkan sang ibu pergi sendiri, namun pertimbangan anak-anak sendirian di rumah dan juga si ibu sudah janji dengan mba nikmah tetangganya itu akhirnya sang Bapak pun mengizinkannya.
Setelah sejenak terdiam, dengan nada lirih sang Bapak menjawab:
“ibumu sedang pergi ke rumah pak lek udin, ada sedikit urusan disana”
“sampai kapan pak, kok nggak ngajak-ngajak sih” tanya andi lagi
“paling setelah terawih” jawab Bapak
“padahal aku pengen banget main kesana pak, sudah lama ndak kesana, sekaligus aku mau berterimakasih pada mbak rida yang tempo hari mbantu aku nyelesaiin tugas matematika” tambah andi
“iya, ntar sama bapak saja besok kita kesana, atau nanti pas lebaran kita juga kan ngumpul-ngumpul bareng” jawab Bapak
“iya, pak!” jawab andi
Tak lama adzan isya pun dikumandangkan, andi bergegas mengambil air wudlu untuk sholat tarawih di musholla dekat rumahnya.
“bapak taraweh?” tanya andi kepada Bapaknya dengan wajah masih basah kuyup oleh air wudlu
“sepertinya tidak, nanti saja Bapak bersama ibumu, kasihan adik-adikmu kalau ditinggal sendiri” jawab Bapak
“ya udah andi ke musholla dulu pak” kata andi sambil menuju ke luar rumah
“iya”
Andi langsung menuju musholla, setibanya di sana ia langsung masuk ke sela-sela shof yang msih kosong, dengan khidmatnya ia melakukan sholat 2 rokaat qobliyah isya dan tak berapa lama iqomat pun dikumandangkan, sholat isya dimulai dan disambung dengan sholat tarawih 2 rokaat 2 rokaat sebanyak 10 kali dan 3 rokaat sholat witir, kurang lebih setengah jam, sholat pun selesai. Namun andi tak langsung pulang kebetulan malam itu ia mendapat bagian sbagai qori dalam tadarusan rutinan di musholla. Hingga larut malam dan akhirnya tidur disana.
Pukul 11.30 ibunya dan mba nikmah pun pulang, degangan mereka laku keras hanya tersisa beberapa potong pakaian saja. Ibu pun langsung masuk ke rumah dan langsung disuruh istirahat oleh sang Bapak.
Pagi hari ketika waktu sahur andi pulang, ia melihat ibu sudah di rumah sedang mempersiapkan makanan untuk sahur, dengan mata yang masih ngantuk ia bertanya pada ibunya,
“ibu sudah pulang?”
“mana oleh-olehnya bu, pergi kok nggak ngajak-ngajak sih,” tambahnya.
“iya tadi malem ibu dari rumah mba nikmah, ada sedikit urusan” ibu menjawab dan sontak sang Bapak bingung, pasalnya jawaban ibu berbeda dengan jawaban yang Bapak katakan pada andi tadi malam. Namun untungnya andi tidak ingat, ia hanya mengatakan “oo iya” saking ngantuknya hingga yang tadinya ia sangat kritis menjadi tak berdaya oleh rasa ngantuk yang membuyarkan ingatannya.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar… laa ilaaha illalahuwallahu akbar… Allahu Akbar wa lillahilhamd”, suara takbir terdengar menggema di setiap sudut kota, ya… idul fitri telah tiba, hari dimana dikatakan setiap manusia khusunya umat islam kembali ke fitri/suci karena semua dosa-dosanya telah dilebur di bulan ramadhan – memang benar tetapi ini tentu bagi mereka yang menjalankan puasanya dengan tulus dan ikhlas (wallahu alam) – andi dan keluarga sibuk mempersiapkan zakat fitrah malam itu, namun tak seperti biasanya, tepat sebelum isya andi dan adik-adiknya dikumpulkan menjadi satu di ruang tamu sederhananya, tiba-tiba ibu membuka sebuah bungkusan kresek hitam yang ia keluarkan dari balik tempat duduknya, dan…
“andi, uyun, ai!” panggil ibu
“ya bu” mereka menjawab serentak kecuali ai (Ainun Najah nama lengkapnya) yang asyik dengan mainannya jedur-jeduran kecil, maklum ia baru berumur 1,5 tahun, belum tahu apa-apa.
“ini ibu dan bapak ada kejutan buat kalian” katanya sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam kresek hitam itu.
“apa bu, baju baru ya, asyiiikkk uyun punya baju baruuu,” teriak uyun dengan senangnnya.
“huuuu… dasar uyun!” si andi mengejek adiknya.
“apa, biarin, baju baru, baju baruu!” tambahnya sambil bersorak dan meraih baju baru yang sedang dipegang ibunya.
“dasar anak kecil!” tambah andi
“emang masih kecil, wek, iya kan bu, iya kan pak!?” tambahnya sambil berteriak dan menatap wajah kakaknya.
Bapaknya hanya tersenyum melihat mereka yang memang tak jarang seperti itu, ejek-ejekan.
“sudah-sudah…! jangan keras-keras, ndak enak kedengeran tetangga!” kata ibu sambil membagikan baju baru kepada ketiga orang anaknya itu.
“ini buat andi dan ini buat ai”
“makasih banyak ya bu, makasih banyak ya pak” balas andi dengan tersenyum
“ayo ai bilang terimakasih sama bapak, sama ibu” ajak andi pada adiknya yang paling kecil, sementara uyun sudah keluar bermain dengan teman-temannya dengan memakai baju barunya itu.
“ayo ai bilang terimakasih ibu bapak,”
“teyimakatih pak, teyimakatih bu” dengan senyuman manisnya si ai kecil menirukan kakaknya, entah faham ataun tidak asal ia tirukan saja.
“iya, sama-sama ai” jawab ibu dan Bapaknya dengan tersenyum melihat ai yang lucu.
“ya sudah, sekarang kalian siap-siap kita akan ke rumah mbah qomar untuk memberikan fitrah mu” tambah ibu kepada andi dan ai.
“iya bu…” mereka mejawabnya dengan kompak
Setelah andi siap-siap ia ingin menghampiri ibu-bapaknya di kamar, namun terdengar mereka sedang asyik mengobrolkan sesuatu, andi pun tak jadi masuk, seperti biasa menunggu di depan pintu sampai mereka selesai ngobrol, namun karena kali ini suara mereka agak keras sehingga terdengar hingga keluar kamar dan sampailah pada telinga andi,
“bu itu tadi baju hasil ibu berdagang tempo hari itu?” tanya bapak
“iya pak, lumayan kan, oya ibu juga membelikan bapak baju baru kok tenang saja bapak jangan iri” singgung ibu
“bukan masalah iri atau tidak bu bapak Cuma merasa kurang bisa memberikan yang lebih buat kalian semua, coba kalau bapak ikut jualan kemarin kan ibu gak usah susah-susah begitu” sambung bapak
“udah gak apa-apa, lagian kalau kemarin bapak ikut kan ntar siapa yang jaga anak-anak, wong Cuma sekali itu saja kok pak, yang penting andi gak tau kan soal kemarin itu?” jelas ibu lagi
“ya insyaallah gak tau, bapak kemarin bilang kalau ibu pergi ke rumah pak leknya dan dia percaya tuh!” tambah bapak sambil berjalan keluar pintu
“syukurlah. Ibu gak mau Andi tau soal ini” tambah ibu lega mendengar pernyataan bapak.
“Krengkeeett,” di bukalah pintu kamar yang sudah usang dimakan oleh rayap, Andi pun segera menyingkir dari hadapan pintu, dengan mata yang berkaca-kaca ia berlari ke kamar dan menuntaskan air matanya di pojokan pintu kamarnya, dan dalam hatinya ia berkata:
“ibu,Bapak, maafkan Andi yang belum bisa apa-apa, Andi janji akan memberikan yang terbaik buat kalian, dan Andi akan memberikan hadiah spesial buat kalian nanti, Andi janji bu pak,”
Tak lama kemudian ibu andi memanggil, mereka akan melakukan Fitrah ke mbah, dukun bayi yang telah membantu proses kelahiran andi dan adik-adiknya.
Pagi harinya, seperti biasa mereka dikumpulkan dalam satu rumah kakek-nenek bersama saudara-sudara dan paman-paman mereka, untuk kemudian melakukan sungkem bersama. Dalam keadaan serius, Andi tetap saja andi ia memang kadang membandel, ia masih sempat mengajak kakek neneknya bergurau, namun ia bukan orang yang suka mengingkari janjinya, apalagi janji kepada Ibunya, bapaknya ia akan selalu ingat dan ia yakin suatu saat hal itu pasti akan terwujud, dan akhirnya memang terwujud.

Analisis

Dari cerita di atas menjelaskan bahwa kehidupan seorang anak yang sangat patuh kepada orang tuanya, Muhammad Khoirul Affandi atau Andi  yang masih duduk di bangku kelas 4 SD mempunyai keinginan untuk bisa membahagiakan kedua orang  tuanya, Dengan cara bekerja keras tanpa mengenal lelah. Andi mengikuti berbagai perlombaan  dan menjadi juara 1 Olimpiade Mapel PPKN dan MIPA cabang perlombaan baru dalam Pekan Olah Raga dan Seni (PORSENI) MI-MTs se-Kota Panjang Timur tahun 2000.
Dengan hati yang senang karena mendapatkan juara andi berniat membelikan sesuatu untuk kedua orang  tuanya , Andi pun membelikan baju batik untuk ibu dan sarung untuk ayahnya. Walaupun dengan uang yang  tidak banyak jumlahnya, Namun andi merasa senang karena dapat memberikan kenang-kenangan untuk kedua orang  tuanya dengan hasil kerja keras sendiri.
Andi merupakan salah satu anak yang rajin, dan sangat mengerti kondisi keluarganya. Ibu andi adalah seorang buruh jahit dan ayahnya buruh di pabrik kerupuk, Namun andi tidak pernah merasa malu dengan kondisi keluarga yang serba  tidak berkecukupan.

Belajar dari kehidupan yang serba kekurangan andi berusaha untuk bekerja keras demi mewujudkan apa yang di inginkannya dan dapat membahagiakan kedua orang tuanya. Karena kelak nanti andi pun akan selalu berusaha menjadi yang terbaik dan memberikan yang terbaik untuk orang  tuanya dengan hasil kerja keras andi sendiri.

Dari cerita dapat kita analisa bahwa bakti anak terhadap orang tua tidak mengenal batas usia dan kemampuan seseorang. Kegigihan seorang anak untuk mewujudkan keinginannya yaitu dengan membahagiakan orang tua patut dicontoh oleh setiap pembaca. Karena di setiap usaha / kerja keras seorang anak terdapat doa ibu yang selalu menyertai anaknya.
Sumber:
http://cerpenmu.com/

Rabu, 12 Maret 2014

MINANGKABAU

Nama Minangkabau berasal dari dua kata, minang dan kabau. Nama itu dikaitkan dengan suatu legenda khas Minang yang dikenal di dalam tambo. Dari tambo tersebut, konon pada suatu masa ada satu kerajaan asing (biasa ditafsirkan sebagai Majapahit) yang datang dari laut akan melakukan penaklukan. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu kerbau. Pasukan asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif, sedangkan masyarakat setempat menyediakan seekor anak kerbau yang lapar. Dalam pertempuran, anak kerbau yang lapar itu menyangka kerbau besar tersebut adalah induknya. Maka anak kerbau itu langsung berlari mencari susu dan menanduk hingga mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan itu menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama Minangkabau, yang berasal dari ucapan "Manang kabau" (artinya menang kerbau). Kisah tambo ini juga dijumpai dalam Hikayat Raja-raja Pasai dan juga menyebutkan bahwa kemenangan itu menjadikan negeri yang sebelumnya bernama Periaman (Pariaman) menggunakan nama tersebut.Selanjutnya penggunaan nama Minangkabau juga digunakan untuk menyebut sebuah nagari, yaitu Nagari Minangkabau, yang terletak di kecamatan Sungayang, kabupaten Tanah Datar, provinsi Sumatera Barat.

Dalam catatan sejarah kerajaan Majapahit, Nagarakretagama bertarikh 1365, juga telah menyebutkan nama Minangkabwa sebagai salah satu dari negeri Melayu yang ditaklukannya. Begitu juga dalam Tawarikh Ming tahun 1405, terdapat nama kerajaan Mi-nang-ge-bu dari enam kerajaan yang mengirimkan utusan menghadap kepada Kaisar Yongle di Nanjing. Di sisi lain, nama "Minang" (kerajaan Minanga) itu sendiri juga telah disebutkan dalam Prasasti Kedukan Bukit tahun 682 dan berbahasa Sanskerta. Dalam prasasti itu dinyatakan bahwa pendiri kerajaan Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang bertolak dari "Minānga" Beberapa ahli yang merujuk dari sumber prasasti itu menduga, kata baris ke-4 (minānga) dan ke-5 (tāmvan) sebenarnya tergabung, sehingga menjadi mināngatāmvan dan diterjemahkan dengan makna sungai kembar. Sungai kembar yang dimaksud diduga menunjuk kepada pertemuan (temu) dua sumber aliran Sungai Kampar, yaitu Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan.Namun pendapat ini dibantah oleh Casparis, yang membuktikan bahwa "tāmvan" tidak ada hubungannya dengan "temu", karena kata temu dan muara juga dijumpai pada prasasti-prasasti peninggalan zaman Sriwijaya yang lainnya.Oleh karena itu kata Minanga berdiri sendiri dan identik dengan penyebutan Minang itu sendiri.



 Bendera atau marawa yang digunakan suku-suku Minangkabau.

1. Asal usul
Dari tambo yang diterima secara turun temurun, menceritakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari keturunan Iskandar Zulkarnain. Walau tambo tersebut tidak tersusun secara sistematis dan lebih kepada legenda berbanding fakta serta cendrung kepada sebuah karya sastra yang sudah menjadi milik masyarakat banyak.Namun demikian kisah tambo ini sedikit banyaknya dapat dibandingkan dengan Sulalatus Salatin yang juga menceritakan bagaimana masyarakat Minangkabau mengutus wakilnya untuk meminta Sang Sapurba salah seorang keturunan Iskandar Zulkarnain tersebut untuk menjadi raja mereka.

Masyarakat Minang merupakan bagian dari masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda) yang melakukan migrasi dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar 2.500–2.000 tahun yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah timur pulau Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar sampai ke dataran tinggi yang disebut darek dan menjadi kampung halaman orang Minangkabau. Beberapa kawasan darek ini kemudian membentuk semacam konfederasi yang dikenal dengan nama luhak, yang selanjutnya disebut juga dengan nama Luhak Nan Tigo, yang terdiri dari Luhak Limo Puluah, Luhak Agam, dan Luhak Tanah Data. Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, kawasan luhak tersebut menjadi daerah teritorial pemerintahan yang disebut afdeling, dikepalai oleh seorang residen yang oleh masyarakat Minangkabau disebut dengan nama Tuan Luhak.

Sementara seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan penduduk, masyarakat Minangkabau menyebar ke kawasan darek yang lain serta membentuk beberapa kawasan tertentu menjadi kawasan rantau. Konsep rantau bagi masyarakat Minang merupakan suatu kawasan yang menjadi pintu masuk ke alam Minangkabau. Rantau juga berfungsi sebagai tempat mencari kehidupan, kawasan perdagangan. Rantau di Minangkabau dikenal dengan Rantau Nan Duo terbagi atas Rantau di Hilia (kawasan pesisir timur) dan Rantau di Mudiak (kawasan pesisir barat).

Pada awalnya penyebutan orang Minang belum dibedakan dengan orang Melayu, namun sejak abad ke-19, penyebutan Minang dan Melayu mulai dibedakan melihat budaya matrilineal yang tetap bertahan berbanding patrilineal yang dianut oleh masyarakat Melayu umumnya.[24] Kemudian pengelompokan ini terus berlangsung demi kepentingan sensus penduduk maupun politik.



Sebuah masjid di kecamatan Pangkalan Koto Baru, kabupaten Lima Puluh Kota dengan arsitektur khas Minangkabau sekitar tahun 1900-an.

2. Agama
Masyarakat Minang saat ini merupakan pemeluk agama Islam, jika ada masyarakatnya keluar dari agama Islam (murtad), secara langsung yang bersangkutan juga dianggap keluar dari masyarakat Minang, dalam istilahnya disebut "dibuang sepanjang adat". Agama Islam diperkirakan masuk melalui kawasan pesisir timur, walaupun ada anggapan dari pesisir barat, terutama pada kawasan Pariaman, namun kawasan Arcat (Aru dan Rokan) serta Inderagiri yang berada pada pesisir timur juga telah menjadi kawasan pelabuhan Minangkabau, dan Sungai Kampar maupun Batang Kuantan berhulu pada kawasan pedalaman Minangkabau. Sebagaimana pepatah yang ada di masyarakat, Adat manurun, Syarak mandaki (Adat diturunkan dari pedalaman ke pesisir, sementara agama (Islam) datang dari pesisir ke pedalaman),[25] serta hal ini juga dikaitkan dengan penyebutan Orang Siak merujuk kepada orang-orang yang ahli dan tekun dalam agama Islam,[26] masih tetap digunakan di dataran tinggi Minangkabau.

Sebelum Islam diterima secara luas, masyarakat ini dari beberapa bukti arkeologis menunjukan pernah memeluk agama Buddha terutama pada masa kerajaan Sriwijaya, Dharmasraya, sampai pada masa-masa pemerintahan Adityawarman dan anaknya Ananggawarman. Kemudian perubahan struktur kerajaan dengan munculnya Kerajaan Pagaruyung yang telah mengadopsi Islam dalam sistem pemerintahannya, walau sampai abad ke-16, Suma Oriental masih menyebutkan dari tiga raja Minangkabau hanya satu yang telah memeluk Islam.

Kedatangan Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang dari Mekkah sekitar tahun 1803,[27] memainkan peranan penting dalam penegakan hukum Islam di pedalaman Minangkabau. Walau pada saat bersamaan muncul tantangan dari masyarakat setempat yang masih terbiasa dalam tradisi adat, dan puncak dari konflik ini muncul Perang Padri sebelum akhirnya muncul kesadaran bersama bahwa adat berasaskan Al-Qur'an.[28]




Randai, sebuah pertunjukan kesenian yang dimainkan secara berkelompok.

3. Adat dan budaya
Menurut tambo, sistem adat Minangkabau pertama kali dicetuskan oleh dua orang bersaudara, Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang. Datuk Ketumanggungan mewariskan sistem adat Koto Piliang yang aristokratis, sedangkan Datuk Perpatih mewariskan sistem adat Bodi Caniago yang egaliter. Dalam perjalanannya, dua sistem adat yang dikenal dengan kelarasan ini saling isi mengisi dan membentuk sistem masyarakat Minangkabau.

Dalam masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar yang membangun dan menjaga keutuhan budaya serta adat istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik pandai, dan ninik mamak, yang dikenal dengan istilah Tungku Tigo Sajarangan. Ketiganya saling melengkapi dan bahu membahu dalam posisi yang sama tingginya. Dalam masyarakat Minangkabau yang demokratis dan egaliter, semua urusan masyarakat dimusyawarahkan oleh ketiga unsur itu secara mufakat.
Matrilineal



Pakaian perempuan Minang dalam pesta adat atau perkawinan.
Matrilineal merupakan salah satu aspek utama dalam mendefinisikan identitas masyarakat Minang. Adat dan budaya mereka menempatkan pihak perempuan bertindak sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan. Garis keturunan dirujuk kepada ibu yang dikenal dengan Samande (se-ibu), sedangkan ayah mereka disebut oleh masyarakat dengan nama Sumando (ipar) dan diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga.

Kaum perempuan di Minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa sehingga dijuluki dengan Bundo Kanduang, memainkan peranan dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan keputusan-keputusan yang dibuat oleh kaum lelaki dalam posisi mereka sebagai mamak (paman atau saudara dari pihak ibu), dan penghulu (kepala suku). Pengaruh yang besar tersebut menjadikan perempuan Minang disimbolkan sebagai Limpapeh Rumah Nan Gadang (pilar utama rumah). Walau kekuasaan sangat dipengaruhi oleh penguasaan terhadap aset ekonomi namun kaum lelaki dari keluarga pihak perempuan tersebut masih tetap memegang otoritas atau memiliki legitimasi kekuasaan pada komunitasnya.
Bahasa



Aksara yang pernah diduga sebagai aksara Minangkabau.

Bahasa Minangkabau termasuk salah satu anak cabang rumpun bahasa Austronesia. Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai hubungan bahasa Minangkabau dengan bahasa Melayu, ada yang menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat ini sebagai bagian dari dialek Melayu, karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya, sementara yang lain justru beranggapan bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu serta ada juga yang menyebut bahasa Minangkabau merupakan bahasa Proto-Melayu. Selain itu dalam masyarakat penutur bahasa Minang itu sendiri juga sudah terdapat berbagai macam dialek bergantung kepada daerahnya masing-masing.

Pengaruh bahasa lain yang diserap ke dalam bahasa Minang umumnya dari Sanskerta, Arab, Tamil, dan Persia. Kemudian kosakata Sanskerta dan Tamil yang dijumpai pada beberapa prasasti di Minangkabau telah ditulis menggunakan bermacam aksara di antaranya Dewanagari, Pallawa, dan Kawi. Menguatnya Islam yang diterima secara luas juga mendorong masyarakatnya menggunakan Abjad Jawi dalam penulisan sebelum berganti dengan Alfabet Latin.

Meskipun memiliki bahasa sendiri, orang Minang juga menggunakan bahasa Melayu dan kemudian bahasa Indonesia secara meluas. Historiografi tradisional orang Minang, Tambo Minangkabau, ditulis dalam bahasa Melayu dan merupakan bagian sastra Melayu atau sastra Indonesia lama.Suku Minangkabau menolak penggunaan bahasa Minangkabau untuk keperluan pengajaran di sekolah-sekolah. Bahasa Melayu yang dipengaruhi baik secara tata bahasa maupun kosakata oleh bahasa Arab telah digunakan untuk pengajaran agama Islam. Pidato di sekolah agama juga menggunakan bahasa Melayu. Pada awal abad ke-20 sekolah Melayu yang didirikan pemerintah Hindia Belanda di wilayah Minangkabau mengajarkan ragam bahasa Melayu Riau, yang dianggap sebagai bahasa standar dan juga digunakan di wilayah Johor, Malaysia. Namun kenyataannya bahasa yang digunakan oleh sekolah-sekolah Belanda ini adalah ragam yang terpengaruh oleh bahasa Minangkabau.

Guru-guru dan penulis Minangkabau berperan penting dalam pembinaan bahasa Melayu Tinggi. Banyak guru-guru bahasa Melayu berasal dari Minangkabau, dan sekolah di Bukittinggi merupakan salah satu pusat pembentukan bahasa Melayu formal.Dalam masa diterimanya bahasa Melayu Balai Pustaka, orang-orang Minangkabau menjadi percaya bahwa mereka adalah penjaga kemurnian bahasa yang kemudian menjadi bahasa Indonesia itu.

4. Kesenian



Sebuah pertunjukan kesenian talempong, salah satu alat musik pukul tradisional Minangkabau.

Masyarakat Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti tari-tarian yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan. Di antara tari-tarian tersebut misalnya tari pasambahan merupakan tarian yang dimainkan bermaksud sebagai ucapan selamat datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada tamu istimewa yang baru saja sampai, selanjutnya tari piring merupakan bentuk tarian dengan gerak cepat dari para penarinya sambil memegang piring pada telapak tangan masing-masing, yang diiringi dengan lagu yang dimainkan oleh talempong dan saluang.

Silek atau Silat Minangkabau merupakan suatu seni bela diri tradisional khas suku ini yang sudah berkembang sejak lama. Dewasa ini Silek tidak hanya diajarkan di Minangkabau saja, namun juga telah menyebar ke seluruh Kepulauan Melayu bahkan hingga ke Eropa dan Amerika. Selain itu, adapula tarian yang bercampur dengan silek yang disebut dengan randai. Randai biasa diiringi dengan nyanyian atau disebut juga dengan sijobang, dalam randai ini juga terdapat seni peran (acting) berdasarkan skenario.
Selain itu, Minangkabau juga menonjol dalam seni berkata-kata. Terdapat tiga genre seni berkata-kata, yaitu pasambahan (persembahan), indang, dan salawat dulang. Seni berkata-kata atau bersilat lidah, lebih mengedepankan kata sindiran, kiasan, ibarat, alegori, metafora, dan aforisme. Dalam seni berkata-kata seseorang diajarkan untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri, tanpa menggunakan senjata dan kontak fisik.

5. Olahraga
Pacuan kuda merupakan olahraga berkuda yang telah lama ada di nagari-nagari Minang, dan sampai saat ini masih diselenggarakan oleh masyarakatnya, serta menjadi perlombaan tahunan yang dilaksanakan pada kawasan yang memiliki lapangan pacuan kuda. Beberapa pertandingan tradisional lainnya yang masih dilestarikan dan menjadi hiburan bagi masyarakat Minang antara lain lomba pacu jawi dan pacu itik. sipak rago,atau nama lainnya sepak takraw adalah olah raga masyarakat tradisional minang yang dimainkan sedikitnya lima atau empat orang, bolanya terbuat dari anyaman rotan, bola ditendang dari setinggi pinggang sampai setinggi kepala oleh sekelompok orang yang berdiri melingkar, dalam hikayat dan novel serta beberapa film seperti film sengsara membawa nikmat ada menyinggung masalah olahraga sipak rago ini.
Rumah adat




Rumah Gadang dengan dua Rangkiang di depannya.

Rumah adat Minangkabau disebut dengan Rumah Gadang, yang biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku tersebut secara turun temurun. Rumah adat ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bagian muka dan belakang. Umumnya berbahan kayu, dan sepintas kelihatan seperti bentuk rumah panggung dengan atap yang khas, menonjol seperti tanduk kerbau yang biasa disebut gonjong dan dahulunya atap ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap seng. Di halaman depan Rumah Gadang, biasanya didirikan dua sampai enam buah Rangkiang yang digunakan sebagai tempat penyimpanan padi milik keluarga yang menghuni Rumah Gadang tersebut.

Hanya kaum perempuan bersama suaminya beserta anak-anak yang menjadi penghuni Rumah Gadang, sedangkan laki-laki kaum tersebut yang sudah beristri, menetap di rumah istrinya. Jika laki-laki anggota kaum belum menikah, biasanya tidur di surau. Surau biasanya dibangun tidak jauh dari komplek Rumah Gadang tersebut, selain berfungsi sebagai tempat ibadah, juga berfungsi sebagai tempat tinggal lelaki dewasa namun belum menikah.

Dalam budaya Minangkabau, tidak semua kawasan boleh didirikan Rumah Gadang. Hanya pada kawasan yang telah berstatus nagari saja rumah adat ini boleh ditegakkan. Oleh karenanya di beberapa daerah rantau Minangkabau seperti Riau, Jambi, Negeri Sembilan, pesisir barat Sumatera Utara dan Aceh, tidak dijumpai rumah adat bergonjong.

6. Perkawinan



Pakaian adat yang dikenakan oleh pengantin Minangkabau

Dalam adat budaya Minangkabau, perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam siklus kehidupan, dan merupakan masa peralihan yang sangat berarti dalam membentuk kelompok kecil keluarga baru pelanjut keturunan. Bagi lelaki Minang, perkawinan juga menjadi proses untuk masuk lingkungan baru, yakni pihak keluarga istrinya. Sementara bagi keluarga pihak istri, menjadi salah satu proses dalam penambahan anggota di komunitas Rumah Gadang mereka.

Dalam prosesi perkawinan adat Minangkabau, biasa disebut baralek, mempunyai beberapa tahapan yang umum dilakukan. Dimulai dengan maminang (meminang), manjapuik marapulai (menjemput pengantin pria), sampai basandiang (bersanding di pelaminan). Setelah maminang dan muncul kesepakatan manantuan hari (menentukan hari pernikahan), maka kemudian dilanjutkan dengan pernikahan secara Islam yang biasa dilakukan di masjid, sebelum kedua pengantin bersanding di pelaminan. Pada nagari tertentu setelah ijab kabul di depan penghulu atau tuan kadi, mempelai pria akan diberikan gelar baru sebagai panggilan penganti nama kecilnya.Kemudian masyarakat sekitar akan memanggilnya dengan gelar baru tersebut. Gelar panggilan tersebut biasanya bermulai dari sutan, bagindo atau sidi (sayyidi) di kawasan pesisir pantai. Sementara itu di kawasan Luhak Limopuluah, pemberian gelar ini tidak berlaku.

7. Masakan khas



Rendang daging sapi yang tengah dihidangkan dengan ketupat.

Masyarakat Minang juga dikenal akan aneka masakannya. Dengan citarasanya yang pedas, membuat masakan ini populer di kalangan masyarakat Indonesia, sehingga dapat ditemukan di hampir seluruh Nusantara.Di Malaysia dan Singapura, masakan ini juga sangat digemari, begitu pula dengan negara-negara lainnya. Bahkan, seni memasak yang dimiliki masyarakat Minang juga berkembang di kawasan-kawasan lain seperti Riau, Jambi, dan Negeri Sembilan, Malaysia. Salah satu masakan tradisional Minang yang terkenal adalah Rendang, yang mendapat pengakuan dari seluruh dunia sebagai hidangan terlezat. Masakan lainnya yang khas antara lain Asam Pedas, Soto Padang, Sate Padang, dan Dendeng Balado. Masakan ini umumnya dimakan langsung dengan tangan.

Masakan Minang mengandung bumbu rempah-rempah yang kaya, seperti cabai, serai, lengkuas, kunyit, jahe, bawang putih, dan bawang merah. Beberapa di antaranya diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang kuat, sehingga tidak mengherankan jika ada masakan Minang yang dapat bertahan lama. Pada hari-hari tertentu, masakan yang dihidangkan banyak yang berbahan utama daging, terutama daging sapi, daging kambing, dan daging ayam.

Masakan ini lebih dikenal dengan sebutan Masakan Padang, begitu pula dengan restoran atau rumah makan yang khusus menyajikannya disebut Restoran Padang. Padahal dalam masyarakat Minang itu sendiri, memiliki karakteristik berbeda dalam pemilihan bahan dan proses memasak, bergantung kepada daerahnya masing-masing.

Sosial kemasyarakatan

8. Persukuan
Suku dalam tatanan Masyarakat Minangkabau merupakan basis dari organisasi sosial, sekaligus tempat pertarungan kekuasaan yang fundamental. Pengertian awal kata suku dalam Bahasa Minang dapat bermaksud satu perempat, sehingga jika dikaitkan dengan pendirian suatu nagari di Minangkabau, dapat dikatakan sempurna apabila telah terdiri dari komposisi empat suku yang mendiami kawasan tersebut. Selanjutnya, setiap suku dalam tradisi Minang, diurut dari garis keturunan yang sama dari pihak ibu, dan diyakini berasal dari satu keturunan nenek moyang yang sama.

Selain sebagai basis politik, suku juga merupakan basis dari unit-unit ekonomi. Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah keluarga, harta, dan sumber-sumber pemasukan lainnya yang semuanya itu dikenal sebagai harta pusaka. Harta pusaka merupakan harta milik bersama dari seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta pusaka semacam dana jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum-keluarga dari kemiskinan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat digadaikan.
Suku terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga yang lebih kecil atau disebut payuang (payung). Adapun unit yang paling kecil setelah sapayuang disebut saparuik. Sebuah paruik (perut) biasanya tinggal pada sebuah Rumah Gadang secara bersama-sama.

9. Nagari


Pakaian khas suku Minangkabau pada tahun 1900-an.

Daerah Minangkabau terdiri atas banyak nagari. Nagari ini merupakan daerah otonom dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau. Tidak ada kekuasaan sosial dan politik lainnya yang dapat mencampuri adat di sebuah nagari. Nagari yang berbeda akan mungkin sekali mempunyai tipikal adat yang berbeda. Tiap nagari dipimpin oleh sebuah dewan yang terdiri dari pemimpin suku dari semua suku yang ada di nagari tersebut. Dewan ini disebut dengan Kerapatan Adat Nagari (KAN). Dari hasil musyawarah dan mufakat dalam dewan inilah sebuah keputusan dan peraturan yang mengikat untuk nagari itu dihasilkan.

Faktor utama yang menentukan dinamika masyarakat Minangkabau adalah terdapatnya kompetisi yang konstan antar nagari, kaum-keluarga, dan individu untuk mendapatkan status dan prestise.Oleh karenanya setiap kepala kaum akan berlomba-lomba meningkatkan prestise kaum-keluarganya dengan mencari kekayaan (berdagang) serta menyekolahkan anggota kaum ke tingkat yang paling tinggi.

Dalam pembentukan suatu nagari sejak dahulunya telah dikenal dalam istilah pepatah yang ada pada masyarakat adat Minang itu sendiri yaitu Dari Taratak manjadi Dusun, dari Dusun manjadi Koto, dari Koto manjadi Nagari, Nagari ba Panghulu. Jadi dalam sistem administrasi pemerintahan di kawasan Minang dimulai dari struktur terendah disebut dengan Taratak, kemudian berkembang menjadi Dusun, kemudian berkembang menjadi Koto dan kemudian berkembang menjadi Nagari. Biasanya setiap nagari yang dibentuk minimal telah terdiri dari 4 suku yang mendomisili kawasan tersebut.Selanjutnya sebagai pusat administrasi nagari tersebut dibangunlah sebuah Balai Adat sekaligus sebagai tempat pertemuan dalam mengambil keputusan bersama para penghulu di nagari tersebut.

10. Penghulu
Penghulu atau biasa yang digelari dengan datuk, merupakan kepala kaum keluarga yang diangkat oleh anggota keluarga untuk mengatur semua permasalahan kaum. Penghulu biasanya seorang laki-laki yang terpilih di antara anggota kaum laki-laki lainnya. Setiap kaum-keluarga akan memilih seorang laki-laki yang pandai berbicara, bijaksana, dan memahami adat, untuk menduduki posisi ini. Hal ini dikarenakan ia bertanggung jawab mengurusi semua harta pusaka kaum, membimbing kemenakan, serta sebagai wakil kaum dalam masyarakat nagari. Setiap penghulu berdiri sejajar dengan penghulu lainnya, sehingga dalam rapat-rapat nagari semua suara penghulu yang mewakili setiap kaum bernilai sama.

Seiring dengan bertambahnya anggota kaum, serta permasalahan dan konflik intern yang timbul, maka kadang-kadang dalam sebuah keluarga posisi kepenghuluan ini dipecah menjadi dua. Atau sebaliknya, anggota kaum yang semakin sedikit jumlahnya, cenderung akan menggabungkan gelar kepenghuluannya kepada keluarga lainnya yang sesuku.Hal ini mengakibatkan berubah-ubahnya jumlah penghulu dalam suatu nagari.

Memiliki penghulu yang mewakili suara kaum dalam rapat nagari, merupakan suatu prestise dan harga diri. Sehingga setiap kaum akan berusaha sekuatnya memiliki penghulu sendiri. Kaum-keluarga yang gelar kepenghuluannya sudah lama terlipat, akan berusaha membangkitkan kembali posisinya dengan mencari kekayaan untuk "membeli" gelar penghulunya yang telah lama terbenam. Bertegak penghulu memakan biaya cukup besar, sehingga tekanan untuk menegakkan penghulu selalu muncul dari keluarga kaya.

11. Kerajaan


Istana Pagaruyung sebuah legitimasi institusi kerajaan Minangkabau.

Dalam laporan De Stuers kepada pemerintah Hindia-Belanda, dinyatakan bahwa di daerah pedalaman Minangkabau, tidak pernah ada suatu kekuasaan pemerintahan terpusat dibawah seorang raja. Tetapi yang ada adalah nagari-nagari kecil yang mirip dengan pemerintahan polis-polis pada masa Yunani kuno.Namun dari beberapa prasasti yang ditemukan pada kawasan pedalaman Minangkabau, serta dari tambo yang ada pada masyarakat setempat, etnis Minangkabau pernah berada dalam suatu sistem kerajaan yang kuat dengan daerah kekuasaan meliputi pulau Sumatera dan bahkan sampai Semenanjung Malaya. Beberapa kerajaaan yang ada di wilayah Minangkabau antara lain Kerajaan Dharmasraya, Kerajaan Pagaruyung, dan Kerajaan Inderapura.

Sistem kerajaan ini masih dijumpai di Negeri Sembilan, salah satu kawasan dengan komunitas masyarakat Minang yang cukup signifikan. Pada awalnya masyarakat Minang di negeri ini menjemput seorang putra Raja Alam Minangkabau untuk menjadi raja mereka, sebagaimana tradisi masyarakat Minang sebelumnya, seperti yang diceritakan dalam Sulalatus Salatin.

12. Minangkabau perantauan


Seorang putri Minang meramaikan acara Grebeg Sudiro di Surakarta

Minangkabau perantauan merupakan istilah untuk orang Minang yang hidup di luar kampung halamannya.Bagi laki-laki Minang merantau erat kaitannya dengan pesan nenek moyang “karatau madang di hulu babuah babungo balun” (anjuran merantau kepada laki-laki karena di kampung belum berguna). Dalam kaitan ini harus dikembangkan dan dipahami, apa yang terkandung dan dimaksud “satinggi-tinggi tabangnyo bangau kembalinya ke kubangan juo”. Ungkapan ini ditujukan agar urang Minang agar akan selalu ingat pada ranah asalnya. Merantau merupakan proses interaksi masyarakat Minangkabau dengan dunia luar. Kegiatan ini merupakan sebuah petualangan pengalaman dan geografis, dengan meninggalkan kampung halaman untuk mengadu nasib di negeri orang. Keluarga yang telah lama memiliki tradisi merantau, biasanya mempunyai saudara di hampir semua kota utama di Indonesia dan Malaysia. Keluarga yang paling kuat dalam mengembangkan tradisi merantau biasanya datang dari keluarga pedagang-pengrajin dan penuntut ilmu agama.

Para perantau biasanya telah pergi merantau sejak usia belasan tahun, baik sebagai pedagang ataupun penuntut ilmu. Bagi sebagian besar masyarakat Minangkabau, merantau merupakan sebuah cara yang ideal untuk mencapai kematangan dan kesuksesan. Dengan merantau tidak hanya harta kekayaan dan ilmu pengetahuan yang didapat, namun juga prestise dan kehormatan individu di tengah-tengah lingkungan adat.
Dari pencarian yang diperoleh, para perantau biasanya mengirimkan sebagian hasilnya ke kampung halaman untuk kemudian diinvestasikan dalam usaha keluarga, yakni dengan memperluas kepemilikan sawah, memegang kendali pengolahan lahan, atau menjemput sawah-sawah yang tergadai. Uang dari para perantau biasanya juga dipergunakan untuk memperbaiki sarana-sarana nagari, seperti mesjid, jalan, ataupun pematang sawah.




Kota terbanyak ditempati perantau Minang
Kota
Jumlah (2010)[54]
Persentase1
343.121
37,96%
305.538
3,18%
282.971
50,9%[55]
181.403
8,6%
169.887
14,93%
103.025
7,1%
101.729
4,25%
74.071
8,4%
26.249
14,01%
13.606
7,8%
2.073
0,04%
1 Persentase dari keseluruhan populasi kota[56][57]

1 Persentase dari keseluruhan populasi kota

Etos merantau orang Minangkabau sangatlah tinggi, bahkan diperkirakan tertinggi di Indonesia. Dari hasil studi yang pernah dilakukan oleh Mochtar Naim, pada tahun 1961 terdapat sekitar 32% orang Minang yang berdomisili di luar Sumatera Barat. Kemudian pada tahun 1971 jumlah itu meningkat menjadi 44%. Berdasarkan sensus tahun 2010, etnis Minang yang tinggal di Sumatera Barat berjumlah 4,2 juta jiwa, dengan perkiraan hampir separuh orang Minang berada di perantauan. Mobilitas migrasi orang Minangkabau dengan proporsi besar terjadi dalam rentang antara tahun 1958 sampai tahun 1978, dimana lebih 80% perantau yang tinggal di kawasan rantau telah meninggalkan kampung halamannya setelah masa kolonial Belanda.

Namun tidak terdapat angka pasti mengenai jumlah orang Minang di perantauan. Angka-angka yang ditampilkan dalam perhitungan, biasanya hanya memasukkan para perantau kelahiran Sumatera Barat. Namun belum mencakup keturunan-keturunan Minang yang telah beberapa generasi menetap di perantauan.
Para perantau Minang, hampir keseluruhannya berada di kota-kota besar Indonesia dan Malaysia. Di beberapa perkotaan, jumlah mereka cukup signifikan dan bahkan menjadi pihak mayoritas. Di Pekanbaru, perantau Minang berjumlah 37,96% dari seluruh penduduk kota, dan menjadi etnis terbesar di kota tersebut.
Jumlah ini telah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 1971 yang mencapai 65%.

Gelombang rantau
Merantau pada etnis Minang telah berlangsung cukup lama. Sejarah mencatat migrasi pertama terjadi pada abad ke-7, di mana banyak pedagang-pedagang emas yang berasal dari pedalaman Minangkabau melakukan perdagangan di muara Jambi, dan terlibat dalam pembentukan Kerajaan Malayu.Migrasi besar-besaran terjadi pada abad ke-14, dimana banyak keluarga Minang yang berpindah ke pesisir timur Sumatera. Mereka mendirikan koloni-koloni dagang di Batubara, Pelalawan, hingga melintasi selat ke Penang dan Negeri Sembilan, Malaysia. Bersamaan dengan gelombang migrasi ke arah timur, juga terjadi perpindahan masyarakat Minang ke pesisir barat Sumatera. Di sepanjang pesisir ini perantau Minang banyak bermukim di Meulaboh, Aceh tempat keturunan Minang dikenal dengan sebutan Aneuk Jamee; Barus, Sibolga, Natal, Bengkulu, hingga Lampung. Setelah Kesultanan Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, banyak keluarga Minangkabau yang berpindah ke Sulawesi Selatan. Mereka menjadi pendukung kerajaan Gowa, sebagai pedagang dan administratur kerajaan. Datuk Makotta bersama istrinya Tuan Sitti, sebagai cikal bakal keluarga Minangkabau di Sulawesi.Gelombang migrasi berikutnya terjadi pada abad ke-18, yaitu ketika Minangkabau mendapatkan hak istimewa untuk mendiami kawasan Kerajaan Siak.
Pada masa penjajahan Hindia-Belanda, migrasi besar-besaran kembali terjadi pada tahun 1920, ketika perkebunan tembakau di Deli Serdang, Sumatera Timur mulai dibuka. Pada masa kemerdekaan, Minang perantauan banyak mendiami kota-kota besar di Jawa, pada tahun 1961 jumlah perantau Minang terutama di kota Jakarta meningkat 18,7 kali dibandingkan dengan tingkat pertambahan penduduk kota itu yang hanya 3,7 kali,[64] dan pada tahun 1971 etnis ini diperkirakan telah berjumlah sekitar 10% dari jumlah penduduk Jakarta waktu itu.Kini Minang perantauan hampir tersebar di seluruh dunia.

Perantauan intelektual
Pada akhir abad ke-18, banyak pelajar Minang yang merantau ke Mekkah untuk mendalami agama Islam, di antaranya Haji Miskin, Haji Piobang, dan Haji Sumanik. Setibanya di tanah air, mereka menjadi penyokong kuat gerakan Paderi dan menyebarluaskan pemikiran Islam yang murni di seluruh Minangkabau dan Mandailing. Gelombang kedua perantauan ke Timur Tengah terjadi pada awal abad ke-20, yang dimotori oleh Abdul Karim Amrullah, Tahir Jalaluddin, Muhammad Jamil Jambek, dan Ahmad Khatib Al-Minangkabawi.

Selain ke Timur Tengah, pelajar Minangkabau juga banyak yang merantau ke Eropa. Mereka antara lain Abdoel Rivai, Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, Roestam Effendi, dan Mohammad Amir. Intelektual lain, Tan Malaka, hidup mengembara di delapan negara Eropa dan Asia, membangun jaringan pergerakan kemerdekaan Asia. Semua pelajar Minang tersebut, yang merantau ke Eropa sejak akhir abad ke-19, menjadi pejuang kemerdekaan dan pendiri Republik Indonesia.

Sebab merantau

Faktor budaya
Ada banyak penjelasan terhadap fenomena ini, salah satu penyebabnya ialah sistem kekerabatan matrilineal. Dengan sistem ini, penguasaan harta pusaka dipegang oleh kaum perempuan sedangkan hak kaum pria dalam hal ini cukup kecil. Selain itu, setelah masa akil baligh para pemuda tidak lagi dapat tidur di rumah orang tuanya, karena rumah hanya diperuntukkan untuk kaum perempuan beserta suaminya, dan anak-anak.
Para perantau yang pulang ke kampung halaman, biasanya akan menceritakan pengalaman merantau kepada anak-anak kampung. Daya tarik kehidupan para perantau inilah yang sangat berpengaruh di kalangan masyarakat Minangkabau sedari kecil. Siapa pun yang tidak pernah mencoba pergi merantau, maka ia akan selalu diperolok-olok oleh teman-temannya. Hal inilah yang menyebabkan kaum pria Minang memilih untuk merantau. Kini wanita Minangkabau pun sudah lazim merantau. Tidak hanya karena alasan ikut suami, tapi juga karena ingin berdagang, meniti karier dan melanjutkan pendidikan.

Menurut Rudolf Mrazek, sosiolog Belanda, dua tipologi budaya Minang, yakni dinamisme dan anti-parokialisme melahirkan jiwa merdeka, kosmopolitan, egaliter, dan berpandangan luas, hal ini menyebabkan tertanamnya budaya merantau pada masyarakat Minangkabau.[68] Semangat untuk mengubah nasib dengan mengejar ilmu dan kekayaan, serta pepatah Minang yang mengatakan Karatau madang dahulu, babuah babungo alun, marantau bujang dahulu, di rumah paguno balun (lebih baik pergi merantau karena di kampung belum berguna) mengakibatkan pemuda Minang untuk pergi merantau sedari muda.



Salah satu motif tenun songket Minangkabau khas nagari Pandai Sikek.

Faktor ekonomi
Penjelasan lain adalah pertumbuhan penduduk yang tidak diiringi dengan bertambahnya sumber daya alam yang dapat diolah. Jika dulu hasil pertanian dan perkebunan, sumber utama tempat mereka hidup dapat menghidupi keluarga, maka kini hasil sumber daya alam yang menjadi penghasilan utama mereka itu tak cukup lagi memberi hasil untuk memenuhi kebutuhan bersama, karena harus dibagi dengan beberapa keluarga. Selain itu adalah tumbuhnya kesempatan baru dengan dibukanya daerah perkebunan dan pertambangan. Faktor-faktor inilah yang kemudian mendorong orang Minang pergi merantau mengadu nasib di negeri orang. Untuk kedatangan pertamanya ke tanah rantau, biasanya para perantau menetap terlebih dahulu di rumah dunsanak yang dianggap sebagai induk semang. Para perantau baru ini biasanya berprofesi sebagai pedagang kecil.

Selain itu, perekonomian masyarakat Minangkabau sejak dahulunya telah ditopang oleh kemampuan berdagang, terutama untuk mendistribusikan hasil bumi mereka. Kawasan pedalaman Minangkabau, secara geologis memiliki cadangan bahan baku terutama emas, tembaga, timah, seng, merkuri, dan besi, semua bahan tersebut telah mampu diolah oleh mereka.Sehingga julukan suvarnadvipa (pulau emas) yang muncul pada cerita legenda di India sebelum Masehi, kemungkinan dirujuk untuk pulau Sumatera karena hal ini.
Pedagang dari Arab pada abad ke-9, telah melaporkan bahwa masyarakat di pulau Sumatera telah menggunakan sejumlah emas dalam perdagangannya. Kemudian dilanjutkan pada abad ke-13 diketahui ada raja di Sumatera yang menggunakan mahkota dari emas. Tomé Pires sekitar abad ke-16 menyebutkan, bahwa emas yang diperdagangangkan di Malaka, Panchur (Barus), Tico (Tiku) dan Priaman (Pariaman), berasal dari kawasan pedalaman Minangkabau. Disebutkan juga kawasan Indragiri pada sehiliran Batang Kuantan di pesisir timur Sumatera, merupakan pusat pelabuhan dari raja Minangkabau.

Dalam prasasti yang ditinggalkan oleh Adityawarman disebut bahwa dia adalah penguasa bumi emas. Hal inilah menjadi salah satu penyebab, mendorong Belanda membangun pelabuhan di Padang dan sampai pada abad ke-17 Belanda masih menyebut yang menguasai emas kepada raja Pagaruyung. Kemudian meminta Thomas Diaz untuk menyelidiki hal tersebut, dari laporannya dia memasuki pedalaman Minangkabau dari pesisir timur Sumatera dan dia berhasil menjumpai salah seorang raja Minangkabau waktu itu (Rajo Buo), dan raja itu menyebutkan bahwa salah satu pekerjaan masyarakatnya adalah pendulang emas.
Sementara itu dari catatan para geologi Belanda, pada sehiliran Batanghari dijumpai 42 tempat bekas penambangan emas dengan kedalaman mencapai 60 m serta di Kerinci waktu itu, mereka masih menjumpai para pendulang emas. Sampai abad ke-19, legenda akan kandungan emas pedalaman Minangkabau, masih mendorong Raffles untuk membuktikannya, sehingga dia tercatat sebagai orang Eropa pertama yang berhasil mencapai Pagaruyung melalui pesisir barat Sumatera.

Faktor perang


Tuanku Imam Bonjol, salah seorang pemimpin Perang Padri, yang diilustrasikan oleh de Stuers.
"Orang Minang merupakan masyarakat yang gelisah, dengan tradisi pemberontakan dan perlawanan yang panjang. Selalu merasa bangga dengan perlawanan mereka terhadap kekuatan luar, baik dari Jawa maupun Eropa".

— Pendapat dari Audrey R. Kahin.

Beberapa peperangan juga menimbulkan gelombang perpindahan masyarakat Minangkabau terutama dari daerah konflik, setelah Perang Padri, muncul pemberontakan di Batipuh menentang tanam paksa Belanda, disusul pemberontakan Siti Manggopoh dalam Perang Belasting menentang belasting dan pemberontakan komunis tahun 1926–1927. Setelah kemerdekaan muncul PRRI yang juga menyebabkan timbulnya eksodus besar-besaran masyarakat Minangkabau ke daerah lain. Dari beberapa perlawanan dan peperangan ini, memperlihatkan karakter masyarakat Minang yang tidak menyukai penindasan. Mereka akan melakukan perlawanan dengan kekuatan fisik, namun jika tidak mampu mereka lebih memilih pergi meninggalkan kampung halaman (merantau). Orang Sakai berdasarkan cerita turun temurun dari para tetuanya menyebutkan bahwa mereka berasal dari Pagaruyung.Orang Kubu menyebut bahwa orang dari Pagaruyung adalah saudara mereka. Kemungkinan masyarakat terasing ini termasuk masyarakat Minang yang melakukan resistansi dengan meninggalkan kampung halaman mereka karena tidak mau menerima perubahan yang terjadi di negeri mereka. De Stuers sebelumnya juga melaporkan bahwa masyarakat Padangsche Bovenlanden sangat berbeda dengan masyarakat di Jawa, di Pagaruyung ia menyaksikan masyarakat setempat begitu percaya diri dan tidak minder dengan orang Eropa. Ia merasakan sendiri, penduduk lokal lalu lalang begitu saja dihadapannya tanpa ia mendapatkan perlakuan istimewa, malah ada penduduk lokal meminta rokoknya, serta meminta ia menyulutkan api untuk rokok tersebut.

Merantau dalam sastra
Fenomena merantau dalam masyarakat Minangkabau, ternyata sering menjadi sumber inspirasi bagi para pekerja seni, terutama sastrawan. Hamka, dalam novelnya Merantau ke Deli, bercerita tentang pengalaman hidup perantau Minang yang pergi ke Deli dan menikah dengan perempuan Jawa. Novelnya yang lain Tenggelamnya Kapal Van der Wijck juga bercerita tentang kisah anak perantau Minang yang pulang kampung. Di kampung, ia menghadapi kendala oleh masyarakat adat Minang yang merupakan induk bakonya sendiri. Selain novel karya Hamka, novel karya Marah Rusli, Sitti Nurbaya dan Salah Asuhannya Abdul Muis juga menceritakan kisah perantau Minang. Dalam novel-novel tersebut, dikisahkan mengenai persinggungan pemuda perantau Minang dengan adat budaya Barat. Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi, mengisahkan perantau Minang yang belajar di pesantren Jawa dan akhirnya menjadi orang yang berhasil. Dalam bentuk yang berbeda, lewat karyanya yang berjudul Kemarau, A.A Navis mengajak masyarakat Minang untuk membangun kampung halamannya yang banyak di tinggal pergi merantau.
Novel yang bercerita tentang perantau Minang tersebut, biasanya berisi kritik sosial dari penulis kepada adat budaya Minang yang kolot dan tertinggal. Selain dalam bentuk novel, kisah perantau Minang juga dikisahkan dalam film Merantau karya sutradara Inggris, Gareth Evans.
Orang Minangkabau dan kiprahnya




Imam Bonjol, Mohammad Hatta, Sjahrir dan Fahmi Idris.
Orang Minang terkenal sebagai kelompok yang terpelajar, oleh sebab itu pula mereka menyebar di seluruh Indonesia bahkan manca-negara dalam berbagai macam profesi dan keahlian, antara lain sebagai politisi, penulis, ulama, pengajar, jurnalis, dan pedagang. Berdasarkan jumlah populasi yang relatif kecil (2,7% dari penduduk Indonesia), Minangkabau merupakan salah satu suku tersukses dengan banyak pencapaian. Majalah Tempo dalam edisi khusus tahun 2000 mencatat bahwa 6 dari 10 tokoh penting Indonesia di abad ke-20 merupakan orang Minang. 3 dari 4 orang pendiri Republik Indonesia adalah putra-putra

Minangkabau.
Keberhasilan dan kesuksesan orang Minang banyak diraih ketika berada di perantauan. Sejak dulu mereka telah pergi merantau ke berbagai daerah di Jawa, Sulawesi, semenanjung Malaysia, Thailand, Brunei, hingga Philipina. Pada tahun 1390, Raja Bagindo mendirikan Kesultanan Sulu di Filipina selatan. Pada abad ke-14 orang Minang melakukan migrasi ke Negeri Sembilan, Malaysia dan mengangkat raja untuk negeri baru tersebut dari kalangan mereka. Di akhir abad ke-16 atau awal abad ke-17, beberapa ulama Minangkabau seperti Tuan Tunggang Parangan, Dato ri Bandang, Dato ri Patimang, Dato ri Tiro, dan Dato Karama, menyebarkan Islam di Kalimantan, Sulawesi, dan Kepulauan Nusa Tenggara.

Kedatangan reformis Muslim yang menuntut ilmu di Kairo dan Mekkah memengaruhi sistem pendidikan di Minangkabau. Sekolah Islam modern Sumatera Thawalib dan Diniyah Putri, banyak melahirkan aktivis yang berperan dalam proses kemerdekaan, antara lain A.R Sutan Mansur, Siradjuddin Abbas, dan Djamaluddin Tamin.

Pada periode 1920–1960, banyak politisi Indonesia berpengaruh lahir dari ranah Minangkabau. Menjadi salah satu motor perjuangan kemerdekaan Asia, pada tahun 1923 Tan Malaka terpilih menjadi wakil Komunis Internasional untuk wilayah Asia Tenggara. Politisi Minang lainnya Muhammad Yamin, menjadi pelopor Sumpah Pemuda yang mempersatukan seluruh rakyat Hindia-Belanda. Di dalam Volksraad, politisi asal Minang-lah yang paling vokal. Mereka antara lain Jahja Datoek Kajo, Agus Salim, dan Abdul Muis. Tokoh Minang lainnya Mohammad Hatta, menjadi ko-proklamator kemerdekaan Indonesia. Setelah kemerdekaan, empat orang Minangkabau duduk sebagai perdana menteri (Sutan Syahrir, Mohammad Hatta, Abdul Halim, Muhammad Natsir), seorang sebagai presiden (Assaat), seorang sebagai wakil presiden (Mohammad Hatta), seorang menjadi pimpinan parlemen (Chaerul Saleh), dan puluhan yang menjadi menteri, di antara yang cukup terkenal ialah Azwar Anas, Fahmi Idris, dan Emil Salim. Emil bahkan menjadi orang Indonesia terlama yang duduk di kementerian RI. Minangkabau, salah satu dari dua etnis selain etnis Jawa, yang selalu memiliki wakil dalam setiap kabinet pemerintahan Indonesia. Selain di pemerintahan, pada masa Demokrasi liberal parlemen Indonesia didominasi oleh politisi Minang. Mereka tergabung kedalam aneka macam partai dan ideologi, islamis, nasionalis, komunis, dan sosialis.

Selain menjabat gubernur provinsi Sumatera Tengah dan Sumatera Barat, orang Minangkabau juga duduk sebagai gubernur provinsi lain di Indonesia. Mereka adalah Datuk Djamin (Jawa Barat), Daan Jahja (Jakarta), Muhammad Djosan dan Muhammad Padang (Maluku), Anwar Datuk Madjo Basa Nan Kuniang dan Moenafri (Sulawesi Tengah), Adenan Kapau Gani, Mohammad Isa, dan Rosihan Arsyad (Sumatera Selatan), Eny Karim (Sumatera Utara), serta Djamin Datuk Bagindo (Jambi).

Beberapa partai politik Indonesia didirikan oleh politisi Minang. PARI dan Murba didirikan oleh Tan Malaka, Partai Sosialis Indonesia oleh Sutan Sjahrir, PNI Baru oleh Mohammad Hatta, Masyumi oleh Mohammad Natsir, Perti oleh Sulaiman ar-Rasuli, dan Permi oleh Rasuna Said. Selain mendirikan partai politik, politisi Minang juga banyak menghasilkan buku-buku yang menjadi bacaan wajib para aktivis pergerakan.

Penulis Minang banyak memengaruhi perkembangan bahasa dan sastra Indonesia. Mereka mengembangkan bahasa melalui berbagai macam karya tulis dan keahlian. Marah Rusli, Abdul Muis, Idrus, Hamka, dan A.A Navis berkarya melalui penulisan novel. Nur Sutan Iskandar novelis Minang lainnya, tercatat sebagai penulis novel Indonesia yang paling produktif. Chairil Anwar dan Taufik Ismail berkarya lewat penulisan puisi. Serta Sutan Takdir Alisjahbana dan Sutan Muhammad Zain, dua ahli tata bahasa yang melakukan modernisasi bahasa Indonesia sehingga bisa menjadi bahasa persatuan nasional. Novel-novel karya sastrawan Minang seperti Sitti Nurbaya, Salah Asuhan, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Layar Terkembang, dan Robohnya Surau Kami telah menjadi bahan bacaan wajib bagi siswa sekolah di Indonesia dan Malaysia.
Selain melalui karya sastra, pengembangan bahasa Indonesia banyak pula dilakukan oleh jurnalis Minang. Mereka antara lain Djamaluddin Adinegoro, Rosihan Anwar, dan Ani Idrus. Selain Abdul Rivai yang dijuluki sebagai Perintis Pers Indonesia, Rohana Kudus yang menerbitakan Sunting Melayu, menjadi wartawan sekaligus pemilik koran wanita pertama di Indonesia.
Di samping menjadi politisi dan penulis, kiprah Orang Minang juga cukup menonjol di bidang intelektualisme.[83] Kebiasaan mereka yang suka berpikir dan menelaah, telah melahirkan beberapa pakar di dunia kedokteran, humaniora, hukum, dan ekonomi, yang kesemuanya memberikan sumbangan besar terhadap bangsa Indonesia. Di antara mereka yang cukup dikenal adalah Ahmad Syafii Maarif, Hazairin, Syahrir, Taufik Abdullah, dan Azrul Azwar.



Tuanku Abdul Rahman, salah seorang tokoh Minang yang berpengaruh di kawasan rantau.

Di Indonesia dan Malaysia, selain orang Tionghoa, orang Minang juga terkenal sebagai pengusaha ulung. Banyak pengusaha Minang sukses berbisnis di bidang perdagangan tekstil, rumah makan, perhotelan, pendidikan, keuangan, dan kesehatan. Di antara figur pengusaha sukses adalah, Abdul Latief (pemilik ALatief Corporation), Basrizal Koto (pemilik peternakan sapi terbesar di Asia Tenggara), Hasyim Ning (pengusaha perakitan mobil pertama di Indonesia), dan Tunku Tan Sri Abdullah (pemilik Melewar Corporation Malaysia).

Banyak pula orang Minang yang sukses di dunia hiburan, baik sebagai sutradara, produser, penyanyi, maupun artis. Sebagai sutradara dan produser ada Usmar Ismail, Asrul Sani, Djamaludin Malik, dan Arizal. Arizal bahkan menjadi sutradara dan produser film yang paling banyak menghasilkan karya. Sekurang-kurangnya 52 film dan 8 sinetron dalam 1.196 episode telah dihasilkannya. Pemeran dan penyanyi Minang yang terkenal beberapa di antaranya adalah Afgan Syah Reza, Dorce Gamalama, Marshanda, Eva Arnaz, dan Nirina Zubir. Pekerja seni lainnya, ratu kuis Ani Sumadi, menjadi pelopor dunia perkuisan di Indonesia. Selain mereka, Soekarno M. Noer beserta putranya Rano Karno, mungkin menjadi pekerja hiburan paling sukses di Indonesia, baik sebagai aktor maupun sutradara film. Pada tahun 1993, Karno's Film perusahaan film milik keluarga Soekarno, memproduksi film seri dengan peringkat tertinggi sepanjang sejarah perfilman Indonesia, Si Doel Anak Sekolahan.


Di Malaysia dan Singapura, kontribusi orang Minangkabau juga cukup besar. Pada tahun 1723, Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I, duduk sebagai sultan Johor sebelum akhirnya mendirikan Kerajaan Siak di daratan Riau. Di awal abad ke-18, Nakhoda Bayan, Nakhoda Intan, dan Nakhoda Kecil meneruka Pulau Pinang. Tahun 1773, Raja Melewar diutus Pagaruyung untuk memimpin rantau Negeri Sembilan. Ia juga menyebarkan Adat Perpatih dan Adat Tumenggung, yang sampai saat ini masih berlaku di Semenanjung Malaya. Menjelang masa kemerdekaan beberapa politisi Minang mendirikan partai politik. Di antaranya adalah Ahmad Boestamam yang mendirikan Parti Rakyat Malaysia dan Rashid Maidin yang mengikrarkan Parti Komunis Malaya. Setelah kemerdekaan Tuanku Abdul Rahman menjadi Yang Dipertuan Agung pertama Malaysia, sedangkan Rais Yatim, Amirsham Abdul Aziz, dan Abdul Samad Idris, duduk di kursi kabinet. Beberapa nama lainnya yang cukup berjasa adalah Sheikh Muszaphar Shukor (astronot pertama Malaysia), Muhammad Saleh Al-Minangkabawi (kadi besar Kerajaan Perak), Tahir Jalaluddin Al-Azhari (ulama terkemuka), Adnan bin Saidi (pejuang kemerdekaan Malaysia), dan Abdul Rahim Kajai (perintis pers Malaysia). Di Singapura, Mohammad Eunos Abdullah dan Abdul Rahim Ishak muncul sebagai politisi Singapura terkemuka, Yusof bin Ishak menjadi presiden pertama Singapura, dan Zubir Said menciptakan lagu kebangsaan Singapura Majulah Singapura.


Beberapa tokoh Minang juga memiliki reputasi internasional. Di antaranya, Roestam Effendi yang mewakili Partai Komunis Belanda, dan menjadi orang Hindia pertama yang duduk sebagai anggota parlemen Belanda.[86] Di Arab Saudi, Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, menjadi satu-satunya orang non-Arab yang pernah menjabat imam besar Masjidil Haram, Mekkah. Mohammad Natsir, salah seorang tokoh Islam terkemuka, pernah menduduki posisi presiden Liga Muslim se-Dunia (World Moslem Congress) dan ketua Dewan Masjid se-Dunia. Sementara itu Azyumardi Azra, menjadi orang pertama di luar warga negara Persemakmuran yang mendapat gelar Sir dari Kerajaan Inggris.

SUMBER
1. http://sp2010.bps.go.id/files/ebook/kewarganegaraan%20penduduk%20indonesia/index.html

2.Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik. 2011. ISBN 9789790644175. Diakses 2012-08-24.

3.Laporan Kiraan Permulaan 2010". Jabatan Perangkaan Malaysia. hlm. iv. Diarsipkan dari aslinya tanggal 2010-12-27. Diakses 2011-01-24.
4.  De Jong, P.E de Josselin (1960). Minangkabau and Negeri Sembilan: Socio-Political Structure in Indonesia. Jakarta: Bhartara.

5. Kingsbury, D.; Aveling, H. (2003). Autonomy and Disintegration in Indonesia. Routledge. ISBN 0-415-29737-0.

6. Navis, A.A. (1984). Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Grafiti Pers.

7. Batuah, A. Dt.; Madjoindo, A. Dt. (1959). Tambo Minangkabau dan Adatnya. Jakarta: Balai Pustaka.

8. Reid, Anthony (2001). "Understanding Melayu (Malay) as a Source of Diverse Modern Identities". Journal of Southeast Asian Studies 32 (3): 295–313. doi:10.1017/S0022463401000157.

9. Evers, Hans Dieter; Korff, Rüdiger (2000). Southeast Asian Urbanism. LIT Verlag Münster: Ed.2nd. hlm. 188. ISBN 3-8258-4021-2.

10. Ong, Aihwa; Peletz, Michael G. (1995). Bewitching Women, Pious Men: Gender and Body Politics in Southeast Asia. University of California Press. hlm. 51. ISBN 0-520-08861-1.

11. Jones, Gavin W.; Chee, Heng Leng; Mohamad, Maznah (2009). "Not Muslim, Not Minangkabau, Interreligious Marriage and its Culture Impact in Minangkabau Society by Mina Elvira". Muslim-Non-Muslim Marriage: Political and Cultural Contestations in Southeast Asia. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 51. ISBN 978-981-230-874-0.

12. Graves, Elizabeth E. (1981). The Minangkabau Response to Dutch Colonial Rule Nineteenth Century. Itacha, New York: Cornell Modern Indonesia Project #60. hlm. 1.