Pengertian
Pemuda
Pemuda adalah golongan manusia manusia muda
yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan kearah yang lebih baik, agar dapat
melanjutkan dan mengisi pembangunan yang kini telah berlangsung, pemuda
di Indonesia dewasa ini sangat beraneka ragam, terutama bila
dikaitkan dengan kesempatan pendidikan. Keragaman tersebut pada dasarnya tidak
mengakibatkan perbedaan dalam pembinaan dan pengembangan generasi muda.
Proses kehidupan yang dialami oleh para pemuda Indonesia tiap hari baik di
lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat membawa pengaruh yang
besar pula dalam membina sikap untuk dapat hidup di
masyarakat. Proses demikian itu bisa disebut dengan istilah sosialisasi, proses
sosialisasi itu berlangsung sejak anak ada di dunia dan terus
akan berproses hingga mencapai titik kulminasi.
Pemuda Indonesia
Pemuda dalam pengertian adalah manusia-manusia muda, akan tetapi di Indonesia
ini sehubungan dengan adanya program pembinaan generasi muda pengertian pemuda
diperinci dan tersurat dengan pasti. Ditinjau dari kelompok umur, maka pemuda
Indonesia adalah sebagai berikut :
Masa
bayi :
0 – 1 tahun
Masa anak : 1 – 12 tahun
Masa Puber : 12 – 15 tahun
Masa Pemuda : 15 – 21 tahun
Masa dewasa : 21 tahun keatas
Dilihat
dari segi budaya atau fungsionalnya maka dikenal istilah anak, remaja dan
dewasa, dengan perincian sebagia berikut :
Golongan
anak : 0 – 12 tahun
Golongan remaja : 13 – 18 tahun
Golongan dewasa : 18 (21) tahun keatas
Usia 0-18 tahun adalah merupakan sumber daya
manusia muda, 16 – 21 tahun keatas dipandang telah memiliki kematangan pribadi
dan 18(21) tahun adalah usia yang telah diperbolehkan untuk menjadi pegawai
baik pemerintah maupun swasta
Dilihat dari segi ideologis politis, generasi muda adalah mereka yang berusia
18 – 30 – 40 tahun, karena merupakan calon pengganti generasi terdahulu.
Pengertian pemuda berdasarkan umur dan lembaga serta ruang lingkup tempat
pemuda berada terdiri atas 3 katagori yaitu :
1.
siswa,
usia antara 6 – 18 tahun, masih duduk di bangku sekolah
2.
Mahasiswa
usia antara 18 – 25 tahun beradi di perguruan tinggi dan akademi
3.
Pemuda
di luar lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi yaitu
mereka yang berusia 15 – 30 tahun keatas.
Akan tetapi, apabila melihat peran pemuda sehubungan dengan pembangunan, peran
itu dibedakan menjadi dua yaitu:
1.
Didasarkan
atas usaha pemuda untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
Pemuda dalam hal ini dapat berperan sebagai penerus tradisi dengan jalan
menaati tradisi yang berlaku
2.
Didasarkan
atas usaha menolak menyesuaikan diri dengan lingkungan. Peran pemuda jenis ini
dapat dirinci dalam tiga sikap, yaitu : pertama jenis pemuda “pembangkit”
mereka adalah pengurai atu pembuka kejelasan dari suatu masalah sosial. Mereka
secara tidak langsung ktu mengubah masyarakat dan kebudayaan. Kedua pemuda
pdelinkeun atau pemuda nakal. Mereka tidak berniat mengadakan perubahan, baik
budaya maupun pada masyarakat, tetapi hanya berusaha memperoleh manfaat dari
masyarakat dengan melakukan tidnakan menguntungkan bagi dirinya, sekalipun
dalam kenyataannya merugikan. Ketiga, pemuda radikal. Mereka berkeinginan besar
untuk mengubah masyarakat dan kebudayaan lewat cara-cara radikal, revolusioner.
Kedudukan pemuda dalam masyarakat adalah sebagai
mahluk moral, mahluk sosial. Artinya beretika, bersusila, dijadikan
sebagai barometer moral kehidupan bangsa dan pengoreksi.
Sebagai mahluk sosial artinya pemuda tidak dapat berdiri sendiri, hidup
bersama-sama, dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma, kepribadian, dan
pandangan hidup yang dianut masyarakat. Sebagai mahluk individual
artinya tidak melakukan kebebasan sebebas-bebasnya, tetapi disertai ras
tanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap masyarakat, dan terhadap Tuhan
Yang maha Esa.
Melalui
proses sosialisasi, seorang pemuda akan terwarnai cara berpikir dan
kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Dengan demikian, tingkah laku seseorang akan
dapat diramalkan. Dengan proses
sosialisasi, seseorang menjadi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku di
tengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Dari keadaan tidak
atau belum tersosialisasi, menjadi manusia masyarakat dan beradab. Kedirian dan
kepribadian melalui proses sosialisasi dapat terbentuk. Dalam hal ini sosialisasi
diartikan sebagai proses yang membantu individu melalui belajar dan
menyesuaikan diri, bagaiman cari hidup dan bagaimana cara berpikir kelompoknya
gar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya. Sosialisasi merupakan salah
satu proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dan hubungannya dengan
sistem sosial.
Proses sosialisasi banyak ditentukan oleh susunan
kebudayaan dan lingkungan sosial yang bersangkutan. Berbeda dengan inkulturasi
yang mementingkan nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan dalam jiwa individu,
sosialisasi dititik beratkan pada soal individu dalam kelompok melalui
pendidikan dan perkembangannya. Oleh karena itu proses sosialisasi melahirkan
kedirian dan kepribadian seseorang. Kedirian (self) sebagai suatu prosuk
sosialisasi, merupakan kesadaran terhadap diri sendri dan memandang adanya
pribadi orang lain di luar dirinya. Kesadaran terhadap diri sendiri membuat
timbulnya sebutan “aku” atau “saya” sebagai kedirian subyektif yang sulit
dipelajari. Asal mula timbulnya kedirian :
1.
Dalam
proses sosialisasi mendapat bayangan dirinya, yaitu setelah memperhatikan cara
orang lain memandang dan memperlakukan dirinya. Misalnya ia tidak disukai,
tidak dihargai, tidak dipercaya; atau sebaliknya, ida disayangi, baik budi
dandapt dipercaya
2.
Dalam
proses sosialisasi juga membentuk kedirian yang ideal. Orang bersangkutan
mengetahui dengan pasti apa-apa yang harus ia lakukan agar memperoleh
penghargaan dari orang lain. Bentuk-bentuk kedirian ini berguna dalam
meningkatkan ketaatan anak terhadap norma-norma sosial
Bertitik
tolak dari pengertian pemuda, maka sosialisasi pemuda dimulai dari umur 10
tahun dalam lingkungan keluarga, tetangga, sekolah, dan jalur organisasi formal
atau informal untuk berperan sebagai mahluk sosial, mahluk individual bagi
pemuda
INTERNALISASI
BELAJAR DAN SOSIALISASI
Internalisasi belajar dan Sosialisasi proses
peresapan pengetahuan ke dalam pikiran. Dalam proses ini, pengetahuan eksplisit
(kelihatan, biasanya dalam bentuk simbol dan kode) diubah ke dalam bentuk tasit
(tak kelihatan). Contoh internalisasi adalah membaca buku, cetak maupun
digital. Buku cetak tentu tak perlu dihadirkan dengan teknologi informasi.
Sedangkan buku digital atau elektronik memerlukan teknologi informasi.
PROSES
SOSIALISASI
Proses sosialisasi
adalah proses pembentukan sikap loyalitas sosial. Loyalitas sosial atau
kesetiaan sosial adalah perkembangan dari sikap saling menerima dan saling
memberi kearah ang lebih baik. Kita sangat mudah melihatnya pembentukan kesetiaan
sosial ini adalah dalam keluarga. Setiap anggota keluarga selalu setia
sesamanya. Di dalam kelompok dan masyarakat juga kesetiaan sosial ini
berkembang, sebagai dasar kesatuan dan persatuan dalam masyarakat. Dengan kata
lain kesetianan sosial berkembang mulai dari kelompok yang sederhan hingga
kelompok yang lebih luas.
Ada minimal tiga hal yang harus dilakukan
agar tumbuh dan kembangnya sikap loyalitas sosial ini yakni, pertama kita harus
saling berkomunikasi baik dalam keadaan berdekatan ataupun dalam keadaan
berjauhan (tempat tinggal). Dengan komunikasi yang teratur kita akan saling
mengetahui kabar dan berita di antara kita. Sakit atau senang diantara kita
dapat dengan cepat kita mengetahuinya.
Kedua, sering bekerja sama menyelesaikan
berbagai persoalan hidup. Misalnya bergotong royang atau melakukan arisan.
Kerja sama dapat saja dilakukan dalam kelompok kecil(minimal dua orang) atau
pun dalam kelompok yang besar (yang jumlah anggotanya banyak).
Ketiga, dalam kehidupan atau pergaulan sesama
kita, sikap tolong menolong harus dikembangkan. Berbagai kesulitan hidup yang
kita alami pantas kita minta tolong kepada orang lain atau teman. Begitu pula
sebaliknya bila kawan kita yang mengalami kesusahan wajib pula kita
membantunya. Tentu saja dasarnya adalah suka saling menerima dan memberi.
PERANAN
SOSIAL MAHASISWA DAN PEMUDA DI MASYARAKAT
Pada masa 1990 sampai 2000-an demonstrasi
masih marak di berbagai tempat. Pada masa itu mahasiswa dan pemuda menyebutkan
dirinya sebagai Gerakan Moral. Sedangkan pada mahasiswa yang lain gerakan mahasiswa
menyebutkan dirinya sebagai gerakan Politik.
Mahasiswa menjadi pecah dan terkadang
pragmatis. Tidak menjadi rahasia umum lagi mahasiswa dibayar untuk
berdemonstrasi.
Sebelum terlalu jauh meneropong peranan mahasiswa di luar kampus walaupun klise
sebaiknya kita mesti ingat bahwa tugas utama mahasiswa dan pemuda adalah
belajar di sekolah/kampus.
Peranan sosial mahasiswa dan pemuda di masyarakat, kurang lebih sama dengan
peran warga yang lainnnya di masyarakat. Mahasiswa mendapat tempat istimewa karena
mereka dianggap kaum intelektual yang sedang menempuh pendidikan. Pada saatnya
nanti sewaktu mahasiswa lulus kuliah, ia akan mencari kerja dan menempuh
kehidupan yang relatif sama dengan warga yang lain.
Bisakah mahasiswa beranjak menuju gerakan pemikiran dan gerakan transformasi?
Mari kita coba dan berjuang!!
Dasar Pemikiran neoliberalisme “pasar adalah tuan dan negara adalah pelayan”
salah satu contoh yang paling baru mengenai kekalahan negara/pemerintah
terhadap pasar adalah harga minyak yang naik.
Paradigma pasar mengubah cara berpikir dan persepsi masyarakat. Dominasi
kapitalisme memutarbalikkan hubungan antara masyarakat (sosial) dan Pasar
(ekonomi) (Polanyi, 1957).
Pada awal beroperasinya kapitalisme, pasar merupakan bagian dari masyarakat. Operasionaliasi
norma-norma pasar berakar dan dibatasi norma sosial, kultural, dan politik.
Masyarakat merupakan pemegang kunci dalam hubungan sosial dan ekconomi. Tapi
ketika kapitalisme mendominasi, keberadaan pasar telah berbalik 180 derajat,
masyarakatlah yang menjadi bagian dari pasar. kehidupan sehari-hari pun
direduksi menjadi bisnis dan pasar.
Dampak langsung yang bisa dirasakan semenjak
kenaikan BBM tahun 2005 antara lain terjadi inflasi, daya beli masyarakat
menurun, kesehatan masyarakat menurun (kekurangan gizi), angka anak putus
sekolah (drop out), angka kematian anak, pengangguran dan kemiskinan meningkat,
sehingga munculnya kerentanan sosial.
Keadaan di atas dapat mengakibatkan kemungkinan terjadinya generasi yang hilang
(the lost generation) ungkapan yang telah nyaris menjadi klise, jika persoalan
anak dan orang muda tidak dapat diatasi dengan baik khususnya di sektor Gizi
dan kesehatan serta pendidikan, maka kita akan kehilangan sebuah generasi, yang
menjadi pertanyaan apakah benar bahwasanya satu generasi yang akan hilang ?
kehilangan generasi mempunyai implikasi yang luas mereka mungkin tidak akan
mampu menyisakan pendapatannya untuk memperbaiki kesejahteraanya sendiri hingga
lingkaran setan pun terjadi karena Gizi yang rendah, prestasi sekolah yang
pas-pasan, kemungkinan anak akan drop- out dan harus mempertahan kan hidup dan
pengangguran.
Secara tak sadar namun perlahan tapi pasti, para generasi muda dihinggapi
dengan idiologi baru dan perilaku umum yang mendidik mereka menjadi bermental instan
dan bermental bos. Pemuda menjadi malas bekerja dan malas mengatasi kesulitan,
hambatan dan proses pembelajaran tidak diutamakan sehingga etos kerja jadi
lemah.
Sarana tempat hiburan tumbuh pesat bak “jamur di musim hujan” arena billyard,
playstation, atau arena hiburan ketangkasan lainnya, hanyalah tempat bagi
anak-anak dan generasi muda membuang waktu secara percuma karena menarik
perhatian dan waktu mereka yang semestinya diisi dengan lebih banyak untuk
belajar, membaca buku di perpustakaan, berorganisasi atau mengisi waktu dengan
kegiatan yang lebih positif.
Peran pemuda yang seperti ini adalah peran sebagai konsumen saja, pemuda dan
mahasiswa berperan sebagai “penikmat” bukan yang berkontemplasi (pencipta
karya). Dapat ditambahkan disini persoalan NARKOBA yang dominan terjadi di
kalangan generasi muda yang memunculkan kehancuran besar bagi bangsa Indonesia.
Sudah 60 tahun lebih bangsa Indonesia merdeka, sistem pendidikan telah
dibaharui agar mampu menjawab berbagai perubahan diseputaran kehidupan umat
manusia. Tetapi selesai kuliah barisan penganggur berderet-deret. Para
penganggur dan setengah penganggur yang tinggi merupakan pemborosan-pemborosan
sumber daya, mereka menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama
kemiskinan yang dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal dan
penghambat pembangunan dalam jangka panjang.
POLA
DASAR PEMBINAAN DAN PENGEMBAGAN GENERASI MUDA
Rangkaian kebijaksanaan pokok dalam
pembangunan di bidang pendidikan dan pembinaan generasi muda dalam Repelita II
mencakup sejumlah kegiatan lanjutan, perluasan dan peningkatan berbagai usaha
selama Repelita I. Hal ini dilaksanakan dalam rangka pemecahan keseluruhan
masalah yang mendesak secara lebih mendasar. Masalah-masalah di bidang
pendidikan dan pembinaan generasi muda antara lain menyangkut perluasan dan
pemerataan kesempatan belajar, peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan,
keserasian (relevansi) pendi*dikan dengan kebutuhan pembangunan, tepat guna dan
hasil guna pengelolaan sistim pendidikan, peningkatan dan perluasan pendidikan
luar sekolah, pembinaan generasi muda pada umumnya, pembinaan olah raga, serta
peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan dan pembinaan
generasi muda.
Berbagai masalah tersebut berkaitan satu sama
lain sehingga keseluruhan kebijaksanaan dalam mengatasinya secara lebih
mendasar dengan sendirinya merupakan suatu kebulatan pula.
Langkah-langkah
kebijaksanaan yang digariskan dalam Repelita II telah mengarahkan penyusunan
program-program utama untuk mencapai sasaran-sasaran pokok di bidang
pembangunan pendidikan dan pembinaan generasi muda melalui pelaksanaan rencana
tahunan. Garis-garis kebijaksanaan terse-but antara lain adalah sebagai
berikut:
Perluasan dan pemerataan kesempatan belajar Usaha perluasan dan pemerataan
kesempatan belajar sebagai pencerminan dari azas keadilan sosial ditujukan
terutama pada Sekolah Dasar, yaitu dengan membangun gedung-gedung SD baru yang
dapat menjamin perluasan daya tampung SD untuk 85% dari seluruh anak umur 7 —
12 tahun yang pada akhir Repelita II diperkirakan berjumlah 23,0 juta.
Sehubungan dengan ini, perhatian khusus diberikan pula pada penyediaan guru
guru SD yang bermutu dalam jumlah yang memadai sesuai dengan perluasan
kesempatan belajar pada SD.
Demikian
pula kesempatan belajar pada sekolah lanjutan pertama bagi lulusan SD akan
diperbesar dengan sekaligus memperhitungkan kenaikan proporsi lulusan SD yang
ingin melanjutkan pelajaran ke Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Pada
tingkat sekolah lanjutan atas, khususnya daya tampung Sekolah Pendidikan Guru
(SPG) akan ditingkatkan sesuai dengan kebijaksanaan perluasan pendidikan dasar
yang memerlukan guru tambahan. Dalam pada itu kapasitas Sekolah Teknik Menengah
(STM) dan sekolah-sekolah kejuruan lainnya akan ditingkatkan sesuai dengan
kebutuhan terhadap tenaga trampil dan bermutu.
Selanjutnya,
pada tingkat pendidikan tinggi, perluasan kesempatan studi akan lebih diarahkan
kepada bidang-bidang studi tertentu yang selama ini relatif belum mencukupi.
Dalam
hal ini, kebijaksanaan pemerataan kesempatan belajar ditunjang pula oleh
kebijaksanaan pengadaan berbagai jenis beasiswa di semua jenis dan tingkat
pendidikan, terutama untuk para pelajar dan mahasiswa yang berbakat atau mampu
berprestasi namun keadaan sosial ekonominya relatif lemah.
2
PENGERTIAN POKOK PEMBINAAN DAN PENGEMBAGAN GENERASI MUDA
Generasi merupakan generasi penerus
perjuangan bangsa dan sumber daya insani bagi pembangunan nasional, diharapkan
mampu memikul tugas dan tanggung jawab untuk kelestarian kahidupan bangsa dan
negara. Untuk itu generasi muda perlu mendapatkan perhatian khusus dan
kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara wajar
baik jasmani, rohani maupun sosialnya. Dalam proses pertumbuhan dan
perkembangannya, terdapat generasi muda yang menyandang permasalahan sosial
seperti kenakalan remaja, penyalahgunaan obat dan narkotika, anak jalanan dan
sebagainya baik yang disebabkan oleh faktor dari dalam dirinya (internal)
maupun dari luar dirinya (eksternal). Oleh karena itu perlu adanya upaya,
program dan kegiatan yang secara terus menerus melibatkan peran serta semua
pihak baik keluarga, lembaga pendidikan, organisasi pemuda, masyarakat dan
terutama generasi muda itu sendiri.
Arah kebijakan pembinaan generasi muda dalam
pembangunan nasional menggariskan bahwa pembinaan perlu dilakukan dengan
mengembangkan suasana kepemudaan yang sehat dan tanggap terhadap pembangunan
masa depan, sehingga akan meningkatkan pemuda yang berdaya guna dan berhasil
guna. Dalam hubungan itu perlu dimantapkan fungsi dan peranan wadah?wadah
kepemudaan seperti KNPI, Pramuka, Karang Taruna, Organisasi Siswa Intra Sekolah
(OSIS), Organisasi Mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi dan organisasi
fungsional pemuda lainnya. Dalam kebijakan tersebut terlihat bahwa KARANG
TARUNA secara ekslpisit merupakan wadah pembinaan dan pengembangan generasi
muda yang bertujuan untuk mewujudkan generasi muda aktif dalam pembangunan
nasional pada umumnya dan pembangunan bidang kesejahteraan sosial pada
khususnya. Salah satu kegiatan Karang Taruna Kelurahan Purwaharja Kecamatan
Purwaharja sedang membuat kerajinan bambu yang diolah menjadi aneka macam alat
musik seperti suling, angklung dan sebagainya.